Terapi Antiretroviral?
Terapi antiretroviral (ART) berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat. Karena HIV adalah retrovirus, obatnya disebut sebagai obat antiretroviral (ARV). ARV tidak membunuh virus itu. Tetapi, ART dapat melambatkan pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan virus dilambatkan, begitu juga penyakit HIV.
Siklus Hidup HIV
Virus HIV bisa masuk dalam tubuh manusia melalui beberapa cara seperti akibat hubungan seksual, melalui ASI, jarum suntik, donor darah, dan transplantasi organ. Infeksi HIV akan menyerang sel CD4 atau sel yang sangat berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Dalam dunia medis, sel CD4 juga kerap disebut sebagai limfosit atau sel darah putih atau sel-T. Sayangnya, virus HIV bukan hanya menyerang sel CD4, tetapi juga berusaha untuk menghancurkannya.
Secara garis besar, sel T atau limfosit akan digunakan oleh virus HIV untuk menyebarkan dan menginfeksi seluruh bagian tubuh manusia. Proses penyerangan dan penghancuran sel-T oleh virus HIV sering juga disebut oleh siklus hidup HIV (HIV life cycle). Kemudian, virus HIV ini menginfeksi tubuh manusia melalui beberapa tahapan berikut:
Binding. Pada tahap ini virus akan dengan mudah menempel sendiri pada permukaan sel CD4. Hal ini bisa lantaran virus HIV juga memiliki protein, sehingga sel-T dengan mudah menerima virus HIV untuk masuk ke dalam selnya
Fusion. Di tahap ini, virus HIV akan dengan mudah bergabung dengan membran sel CD4. Hal ini karena virus HIV berusaha menduplikasi gen yang dimiliki manusia
Reverse Transcription. Virus HIV juga memiliki gen RNA dan berusaha menduplikasi gen DNA yang dimiliki manusia. Pada proses ini, akan memungkinkan virus HIV memasuki inti sel-T dan bergabung dengan materi genetik selnya
Integration. Pada tahap ini, virus HIV akan melepaskan dan memasukan DNA HIV ke dalam sel inang. Tanpa disadari saat sel berusaha memproduksi protein baru, sel tersebut akan menghasilkan dan membuat sel HIV yang baru.
Replication. Usai virus HIV menjadi 'bagian' dari sel darah putih atau limfosit, maka virus tersebut akan memanfaatkan sel-T sebagai alat untuk memproduksi lebih banyak lagi virus HIV.
Assembly. Pada tahap ini, virus HIV yang tanpa disadari telah diproduksi oleh sel CD4 akan pindah ke permukaan sel. Mereka kemudian berkumpul dengan berbagai virus lainnya yang belum matang atau masih dalam proses pertumbuhan. Ingat, virus HIV yang bisa menyerang sel tubuh lainnya adalah virus yang sudah dewasa.
Budding. Virus ini akan melepas enzim yang dimiliki virus HIV. Virus yang sudah matang atau dewasa, kemudian akan menjangkiti atau menularkannya pada sel CD4 lainnya.
Jenis-jenis ARV
Integrase strand transfer inhibitors (INSTIs)
Obat INSTIs adalah obat yang menghentikan aksi integrase. Integrase adalah enzim virus HIV yang digunakan untuk menginfeksi sel T dengan memasukkan DNA HIV ke dalam DNA manusia.
Obat integrase inhibitor biasanya diberikan pertama kali sejak seseorang didiagnosis tertular HIV.
Obat ini diberikan karena diyakini cukup ampuh untuk mencegah jumlah virus bertambah banyak dengan risiko efek samping yang sedikit.
Berikut ini adalah jenis-jenis integrase inhibitor:
- Bictegravir (tidak ada obat tunggalnya, tapi tersedia dalam kombinasi obat)
- Dolutegravir
- Elvitegravir (tidak tersedia sebagai obat yang berdiri sendiri, tetapi tersedia dalam kombinasi obat Genvoya dan Stribild)
- Raltegravir
Nucleoside/Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)
NRTI adalah salah satu golongan obat antiretroviral yang digunakan dalam pengobatan HIV dan AIDS.
Obat antiretroviral ini bertugas mengganggu kemampuan virus untuk memperbanyak diri di dalam tubuh.
Lebih spesifiknya, NRTI bekerja dengan cara menghalangi enzim HIV untuk bereplikasi. Biasanya, virus HIV akan memasuki sel-sel sistem kekebalan tubuh. Sel-sel ini disebut sel CD4 atau sel T.
Setelah virus HIV memasuki sel CD4, virus mulai menggandakan atau memperbanyak diri. Normalnya, sel sehat akan mengubah materi genetik dari DNA ke RNA.
Namun, virus HIV yang masuk ke dalam tubuh akan mengubah materi genetik menjadi kebalikannya, yakni dari RNA menjadi DNA. Proses ini disebut transkripsi terbalik dan membutuhkan enzim yang disebut reverse transcriptase.
Cara kerja obat NRTI yaitu dengan mencegah enzim reverse transcriptase virus menyalin RNA menjadi DNA. Tanpa adanya DNA, HIV dan AIDS tidak dapat memperbanyak diri.
Obat NRTI untuk HIV dan AIDS biasanya terdiri dari 2-3 kombinasi obat bertikut:
- Abacavir, lamivudine, dan zidovudine
- Abacavir dan lamivudine
- Emtricitabine dan tenofovir alafenamide fumarate
- Emtricitabin dan tenofovir disoproxil fumarate
- Lamivudine dan tenofovir disoproxil fumarate
- Lamivudine dan zidovudine
Cytochrome P4503A (CYP3A) inhibitors
Cytochrome P4503A adalah enzim dalam organ hati yang membantu beberapa fungsi tubuh. Enzim ini dapat memecah atau obat-obatan yang masuk ke dalam tubuh.
Cara pengobatan dengan CYP3A yakni meningkatkan fungsi kadar obat HIV serta obat non-HIV lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Alhasil, efek pengobatan pun lebih manjur untuk mengoptimalkan kondisi kesehatan pasien.
Berikut adalah beberapa contoh obat ARV dari jenis CYP3A:
- Cobicistat (Tybost)
- Ritonavir (Norvir)
Obat cobicistat yang diminum tunggal atau tanpa campuran obat lain tidak mampu bekerja sebagai anti-HIV yang maksimal. Maka dari itu, ia selalu dipasangkan dengan obat ARV lain, misalnya dengan obat ritonavir.
Obat ritonavir pada dasarnya dapat bekerja sebagai antiretroviral bila digunakan sendiri.
Namun, ketika diminum sendiri, kedua obat tersebut harus digunakan dalam dosis yang cukup tinggi. Itu sebabnya, keduanya sering digabung agar pengobatan HIV dan AIDS lebih optimal.
Protease inhibitor (PI)
Protease inhibitor adalah salah satu obat HIV dan AIDS yang bekerja dengan cara mengikat enzim protease.
Untuk bisa menyalin virus di dalam tubuh, HIV membutuhkan enzim protease. Jadi, ketika protease diikat oleh obat protease inhibitor, virus HIV tidak akan bisa membuat salinan virus baru.
Hal ini berguna untuk mengurangi jumlah virus HIV yang bisa menginfeksi lebih banyak sel sehat.
Obat-obatan PI yang digunakan untuk mengobati HIV dan AIDS antara lain sebagai berikut:
- Atazanavir
- Darunavir
- Fosamprenavir
- Lopinavir (tidak tersedia sebagai obat yang berdiri sendiri, tetapi tersedia dengan ritonavir dalam kombinasi obat Kaletra)
- Ritonavir
- Tipranavir
Protease inhibitor hampir selalu digunakan bersamaan dengan cobicistat atau ritonavir yang termasuk golongan obat CYP3A.
Sebetulnya obat PI dapat diberikan sebagai obat tunggal, tetapi dokter selalu meresepkan dengan memberikan obat antiretroviral lainnya agar lebih ampuh.
Entry inhibitors
Pengobatan menggunakan entry inhibitors bekerja dengan cara menghalangi virus HIV dan AIDS memasuki sel T yang sehat. Namun, obat ini jarang digunakan sebagai pengobatan pertama untuk HIV.
Ada 3 jenis obat entry inhibitor yang juga dapat membantu meredakan HIV dan AIDS.
Fusion inhibitor
Fusion inhibitor adalah jenis obat lain yang termasuk dalam terapi HIV. HIV membutuhkan inang sel T untuk bisa memperbanyak diri.
Nah, fusion inhibitor bekerja menghalangi virus HIV dan AIDS memasuki sel T inang. Ini karena fusion inhibitor mencegah virus HIV untuk memperbanyak diri. Hanya satu inhibitor fusi yang saat ini tersedia, yaitu enfuvirtide (Fuzeon).
Post-attachment inhibitors
Ibalizumab-uiyk (Trogarzo) adalah obat yang termasuk dalam jenis post attachment inhibitor. Obat ini sudah digunakan di Amerika melalui beberapa penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh BPOM negara tersebut.
Obat ini bekerja dengan cara mencegah virus berkembang bertambah banyak sekaligus mencegah HIV memasuki sel tertentu yang dapat mengacaukan sistem kekebalan tubuh.
Agar cara pengobatan HIV dan AIDS lebih optimal, obat ini harus digunakan dengan obat ARV lainnya.
Chemokine coreceptor antagonists (CCR5 antagonis)
CCR5 antagonis adalah obat HIV dan AIDS yang bekerja dengan menghalangi virus HIV memasuki sel kekebalan tubuh.
Meski demikian, jenis antiretroviral ini belum pasti diresepkan dalam pengobatan HIV dan masih butuh penelitian lebih lanjut.
Obat antagonis CCR5 yang saat ini tersedia berupa maraviroc (Selzentry).
Apakah Obat Ini Dapat Menyembuhkan AIDS?
Saat ini, belum ditemukan penyembuh infeksi HIV. ARV mengurangi viral load, yaitu jumlah HIV dalam aliran darah kita. Kalau viral load kita lebih rendah, kita tetap sehat lebih lama. Kita juga kurang mungkin menularkan HIV pada orang lain.
Viral load beberapa orang menjadi begitu rendah sehingga tidak dapat diukur oleh tes viral load; viral loadnya disebut ‘tidak terdeteksi’. Ini bukan berarti virus hilang, dan tidak berarti orang tersebut ‘sembuh’.
Kapan Sebaiknya Kita Mulai?
Belum ada jawaban yang jelas untuk pertanyaan ini. Sebagian besar dokter akan mempertimbangkan jumlah CD4, dan gejala yang kita alami. Menurut pedoman WHO, ART sebaiknya dimulai sebelum CD4 turun di bawah 350, bila kita hamil, kita alami TB aktif, kita membutuhkan terapi untuk virus hepatitis B (HBV), atau kita mempunyai gejala penyakit terkait HIV yang sedang atau berat. Kriteria untuk mulai ditentukan dalam Pedoman ART Kemenkes. Keputusan untuk memulai ART sangat penting, dan sebaiknya dibahas dahulu dengan dokter. Untuk informasi lebih lanjut mengenai mulai ART, lihat buku kecil Yayasan Spiritia “Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?”
Obat Apa yang Sebaiknya Kita Pakai?
ARV dipilih berdasarkan resistansi HIV terhadap obat, kesehatan kita (misalnya, ada penyakit hati atau ginjal) dan faktor pola hidup. Namun tidak semua ARV di atas tersedia di Indonesia, sehingga pilihan berdasarkan Pedoman ART. Sementara paduan ART umumnya ditahan dengan baik, setiap ARV, sama seperti semua obat lain, dapat menimbulkan efek samping. Beberapa efek samping ini gawat. Lihat Lembaran Informasi untuk masing-masing obat. Setiap orang berbeda, dan kita, bersama dengan dokter, harus memutuskan obat apa yang kita pilih.
Kepatuhan terhadap ART sangat penting. Tes viral load dipakai untuk menentukan apakah ART bekerja sebagaimana mestinya. Bila viral load kita tidak turun, atau turun tetapi naik kembali, mungkin kita harus beralih ke kombinasi ARV lain.
Apa yang Selanjutnya?
Obat baru sedang ditelitikan dalam kelima golongan yang ada. Para peneliti juga berupaya mengembangkan golongan obat baru, misalnya obat yang menghambat langkah lain pada siklus hidup HIV, dan obat yang akan menguatkan ketahanan oleh kekebalan tubuh.
Syarat memulai ARV
Tidak tersedia pemeriksaan CD4
Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai
terapi ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis.
Tersedia pemeriksaan CD4
Rekomendasi :
- Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350 sel/mm3 tanpa memandang stadium klinisnya.
- Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4.
KEPATUHAN PENGGUNAAN ARV
Kepatuhan atau adherence pada terapi adalah sesuatu keadaan
dimana pasien mematuhi pengobatannya atas dasar kesadaran sendiri,
bukan hanya karena mematuhi perintah dokter. Hal ini penting karena
diharapkan akan lebih meningkatkan tingkat kepatuhan minum obat.
Adherence atau kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara
teratur pada setiap kunjungan. Kegagalan terapi ARV sering diakibatkan
oleh ketidak-patuhan pasien mengkonsumsi ARV.
Faktor-faktor yang mempengaruhi atau faktor prediksi kepatuhan:
- Fasilitas layanan kesehatan. Sistem layanan yang berbelit, sistem pembiayaan kesehatan yang mahal, tidak jelas dan birokratik adalah penghambat yang berperan sangat signifikan terhadap kepatuhan, karena hal tersebut menyebabkan pasien tidak dapat mengakses layanan kesehatan dengan mudah. Termasuk diantaranya ruangan yang nyaman, jaminan kerahasiaan dan penjadwalan yang baik, petugas yang ramah dan membantu pasien.
- Karakteristik Pasien. Meliputi faktor sosiodemografi (umur, jenis kelamin, ras / etnis, penghasilan, pendidikan, buta/melek huruf, asuransi kesehatan, dan asal kelompok dalam masyarakat misal waria atau pekerja seks komersial) dan faktor psikososial (kesehatan jiwa, penggunaan napza, lingkungan dan dukungan sosial, pengetahuan dan perilaku terhadap HIV dan terapinya).
- Paduan terapi ARV. Meliputi jenis obat yang digunakan dalam paduan, bentuk paduan (FDC atau bukan FDC), jumlah pil yang harus diminum, kompleksnya paduan (frekuensi minum dan pengaruh dengan makanan), karakteristik obat dan efek samping dan mudah tidaknya akses untuk mendapatkan ARV.
- Karakteristik penyakit penyerta. Meliputi stadium klinis dan lamanya sejak terdiagnosis HIV, jenis infeksi oportunistik penyerta, dan gejala yang berhubungan dengan HIV. Adanya infeksi oportunistik atau penyakit lain menyebabkan penambahan jumlah obat yang harus diminum.
- Hubungan pasien-tenaga kesehatan. Karakteristik hubungan pasientenaga kesehatan yang dapat mempengaruhi kepatuhan meliputi: kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan dan staf klinik, pandangan pasien terhadap kompetensi tenaga kesehatan, komunikasi yang melibatkan pasien dalam proses penentuan keputusan, nada afeksi dari hubungan tersebut (hangat, terbuka, kooperatif, dll) dan kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat layanan dengan kebutuhan pasien .
Semakin sederhana paduan obat ARV semakin tinggi angka kepatuhan
minum obat.
Kepatuhan sangat diperlukan untuk keberhasilan pengobatan, akan tetapi
kepatuhan tidak boleh menjadi hambatan untuk akses pengobatan ARV
sehingga petugas kesehatan mempunyai kewajiban untuk menjalin
hubungan yang baik dan membantu pasien untuk mencapai kondisi
kepatuhan yang baik
Perlu diingat bahwa pasien yang tidak dapat mengambil obat TIDAK selalu
berarti tidak patuh minum obat.
Mutasi dan Resistensi ARV
Mutasi HIV
untuk orang yang tidak minum pengobatan ARV tidak menjadi masalah karena virus mutan serupa dengan (atau tidak sebaik dengan) virus normalnya. untuk orang yang minum pengobatan arv jika tidak patuh maka virus adapat menggandakan diri dan terjadi seleksi terhadap HIV tipe resisten. jalan satu-satunya untuk mencegah mutasi adalah melakukan supresi terhadap penggandaan virus secara lengkap yang menjamin tidak dihasilkannya mutan baru.
Resistensi ARV
Resistansi terhadap obat HIV (HIV resistan) disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada struktur genetik HIV yang mempengaruhi kemampuan obat tertentu atau kombinasi obat untuk memblokir replikasi virus. Semua obat ARV terkini, termasuk kelas yang lebih baru, berisiko menjadi sebagian atau sepenuhnya tidak aktif karena munculnya virus yang resistan terhadap obat.
Secara umum, ada tiga kategori utama resistansi obat HIV:
- Resistansi yang berkembang ketika mutasi HIV muncul pada orang yang menerima obat ARV.
- Resistansi yang terdeteksi pada orang tanpa riwayat penggunaan obat ARV. Yaitu terjadi ketika seseorang tertular virus dari orang yang sudah resistansi obat.
- Resistansi yang diakibatkan karena pemberian obat ARV sebelumnya (misalnya pada pengguna PrEP).
Seharusnya kepatuhan tetap wajib ditekankan sejak awal pengobatan. Karena kebanyakan kasus resistan terjadi akibat kepatuhan yang buruk. Bagaimanapun, kita bertanggung jawab atas keberhasilan pengobatan pada diri kita maupun bagi orang lain. Kalau sudah patuh tapi masih mengalami resistan, itu permasalahan lain.
Pengobatan bisa dikatakan berhasil jika:
- Virus dalam darah kita turun sangat rendah hingga tidak terdeteksi (undetectable), ini yang disebut sebagai keberhasilan virologi.
- Sel kekebalan tubuh kita naik terus hingga pada angka normal, ini yang disebut dengan keberhasilan imunologi.
- Kondisi kesehatan fisik kita menjadi baik, atau pulih dari sakit, ini yang disebut keberhasilan secara klinis.
Semua keberhasilan tersebut dapat kita raih jika kepatuhan kita sangat baik, dan dibarengi dengan pola hidup sehat tentunya. Namun sebaliknya, kemungkinan gagal pengobatan juga sangat tinggi jika kepatuhan kita sangat buruk, dan resistansi obat sangat mungkin terjadi pada orang dengan tingkat kepatuhan yang amburadul. Yuk kita cegah resistansi obat ARV dengan mengutamakan kepatuhan.
0 Comments