Apakah manfaat dari Vaksin COVID-19?
Sebagaimana manfaat dari vaksin lainnya, Vaksin COVID-19 bermanfaat untuk memberi perlindungan tubuh agar tidak jatuh sakit akibat COVID-19 dengan cara menimbulkan atau menstimulasi kekebalan spesifik dalam tubuh dengan pemberian vaksin.
Apakah vaksin COVID-19 itu dipastikan aman?
- Vaksin yang diproduksi massal sudah melewati proses yang panjang dan harus memenuhi syarat utama yakni: Aman, Ampuh, Stabil dan Efisien dari segi biaya.
- Aspek keamanan vaksin dipastikan melalui beberapa tahapan uji klinis yang benar dan menjunjung tinggi kaidah ilmu pengetahuan, sains dan standar-standar kesehatan.
- Intinya, pemerintah tidak tergesa-gesa dalam pelaksanaan vaksinasi, dan tetap mengedepankan aspek keamanan dan manfaat atau keampuhan vaksin.
- Pemerintah hanya menyediakan vaksin Covid-19 yang terbukti aman dan lolos uji klinis, serta sudah mendapatkan Emergency Use of Authorization (EUA) dari BPOM.
Apakah vaksin COVID-19 akan melindungi kita dalam jangka panjang? Dan seberapa ampuh vaksin ini melindungi kita dari penularan?
- Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui rentang periode jangka panjang dari perlindungan vaksin COVID-19.
- Efektivitas atau seberapa ampuh suatu vaksin dapat melindungi dari penularan penyakit dapat dilihat dari hasil uji klinis fase III. Berdasarkan data hasil uji klinis fase I dan II, serta fase III yang dilakukan di negara lain, vaksin yang tersedia terbukti aman dan dapat meningkatkan kekebalan terhadap COVID-19.
Apakah ada efek samping dari vaksinasi?
- Secara umum, efek samping yang timbul dapat beragam, pada umumnya ringan dan bersifat sementara, dan tidak selalu ada, serta bergantung pada kondisi tubuh. Efek simpang ringan seperti demam dan nyeri otot atau ruamruam pada bekas suntikan adalah hal yang wajar namun tetap perlu dimonitor.
- Melalui tahapan pengembangan dan pengujian vaksin yang lengkap, efek samping yang berat dapat terlebih dahulu terdeteksi sehingga dapat dievaluasi lebih lanjut. Manfaat vaksin jauh lebih besar dibandingkan risiko sakit karena terinfeksi bila tidak divaksin.
- Apabila nanti terjadi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), kita sudah ada Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI maupun komite di setiap daerah untuk memantau dan menanggulangi KIPI.
Apakah setelah divaksin kita pasti kebal terhadap COVID-19?
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, vaksin tidak 100% membuat kita kebal dari
COVID-19. Namun, akan mengurangi dampak yang ditimbulkan jika kita tertular
COVID-19. Untuk itu, meskipun sudah divaksin, kami merekomendasikan kepada
masyarakat untuk tetap melakukan 3M.
Apakah benar vaksinasi COVID-19 merupakan langkah terbaik untuk menghentikan pandemi COVID-19?
- Indonesia menjadikan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 sebagai bagian dari strategi penanggulangan pandemi COVID-19, dimana pelaksanaan vaksinasi COVID-19 ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari infeksi SARS-CoV-2 yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian akibat COVID-19.
- Jika cakupan vaksinasi tinggi dan merata, artinya cukup banyak orang di dalam masyarakat yang divaksinasi, maka diharapkan akan terbentuk kekebalan kelompok sehingga dapat mengurangi penyebaran virus, memutus rantai penularan dan pada gilirannya akan menghentikan wabah.
- Dengan diperkuatnya imunitas masyarakat, produktivitas juga akan meningkat sehingga meminimalkan dampak ekonomi dan sosial yang selama ini menjadi salah satu isu utama pandemi COVID-19 disamping kesakitan dan kematian.
- Namun hal yang penting untuk diingat dan menjadi catatan penting, ketersediaan vaksin di seluruh dunia masih terbatas sehingga pelaksanaan vaksinasi COVID-19 dilakukan secara bertahap. Oleh karena itu, pelaksanaan vaksinasi COVID-19 tetap harus dibarengan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, seperti menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak aman minimal 1-2 meter. Hal ini tidak hanya berlaku di Indonesia saja, tapi di seluruh dunia pun mengalami dan harus melakukan hal yang sama.
Kalau sudah divaksinasi, apakah boleh meninggalkan protokol kesehatan 3M?
- Selama cakupan vaksinasi belum luas, kekebalan kelompok belum terbentuk, potensi penularan masih tinggi.
- Karena itu,sekalipun telah dilakukan vaksinasi, masyarakat tetap harus mematuhi dan menjalankan protokol kesehatan Memakai masker, Menjaga jarak, dan Mencuci tangan pakai sabun Di sisi lain, Pemerintah tetap akan menggiatkan kegiatan 3T (Test, Tracing dan Treatment) untuk penanggulangan COVID-19.
Dengan proses yang dipercepat, apakah dijamin aman dan efektif?
Belum pernah ada upaya ilmiah secepat ini untuk mengembangkan vaksin. Berkat
upaya para pengembang dan produsen vaksin di seluruh dunia, waktu
pengembangan vaksin yang biasanya memakan waktu 10-20 tahun bisa
direalisasikan menjadi 1 hingga 3 tahun.
Walaupun prosesnya dipercepat, semua kandidat vaksin harus melalui semua
tahapan pre klinis, uji klinis tahap 1, 2 dan 3, serta penetapan penggunaan vaksin.
Vaksin yang kelak tersedia di masyarakat adalah vaksin yang telah lulus uji klinis
tahap 3 yang menguji keamanan dan efikasi (kemanjuran) vaksin.
Di seluruh dunia, vaksin secara umum akan dinyatakan layak digunakan dengan
tingkat efektivitas 50-70 persen dan kekebalan terhadap penyakit minimal 12-18
bulan. Vaksin yang tidak memiliki perlindungan penuh dan seumur hidup, bukan
berarti vaksinnya tidak efektif, namun memerlukan imunisasi ulangan.
WHO dan para mitranya berkomitmen mempercepat pengambangan vaksin
COVID-19 sambil mempertahankan standar-standar keamanan tinggi.
Perlindungan dari vaksin COVID-19 ditambah disiplin 3M sangat dibutuhkan untuk
melindungi diri dan keluarga, terutama dalam pandemi dengan virus yang baru
dan skala sebesar ini.
Mengapa tidak menunggu uji klinik 3 di Bandung selesai?
Kondisi pandemi membutuhkan ketersediaan vaksin dengan cepat untuk menekan
kasus sakit dan kematian, sehingga proses evaluasi vaksin secara normal tidak
mungkin diterapkan pada kondisi darurat, sementara pilihan vaksinnya terbatas.
Namun, hal yang ditekankan adalah mutu, keamanan, dan khasiat obat/vaksin
harus terjamin.
Izin penggunaan vaksin untuk keadaan darurat didasari data uji klinis tahap tiga di
luar negeri serta di Indonesia dan dilakukan bersamaan dengan proses pengajuan
izin edar ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Proses tersebut mengikuti
standar protokol internasional untuk penggunaan vaksin untuk kegawatdaruratan.
Terlebih lagi, uji klinis tidak harus dilaksanakan di negara tersebut, kita bisa
menggunakan data uji klinis dari negara lain. Terlebih uji klinisnya multi center. Jika
pemerintah merasa data terkait keamanan dan efikasi sudah cukup, BPOM dapat
memberikan izin kemanusiaan atau penggunaan darurat, walau nanti data-data
akan disatukan.
0 Comments