TINJAUAN AGAMA DAN LONG TERM CARE TERHADAP HIV/AIDS
Aspek Agama Pada ODHA
Spiritualitas dan agama berperan penting
pada Orang Dengan
HIV/AIDS(ODHA). Hasil penelitian
mengenai pengaruh spiritualitas/agama terhadap
ODHA cenderung bervariasi.
Terdapat studi yang menyatakan bahwa spiritualitas atau agama berpengaruh
dalam menurunnya perkembangan
penyakit (menurunnya jumlah
CD4 atau viral
load). Tingginya tingkat
spiritualitas/agama dapat dihubungkan
dengan menurunnya distress
psikologis, nyeri, dan meningkatnya keinginan
untuk hidup, aspek kognitif dan fungsi sosial
yang lebih baik semenjak terdiagnosa
HIV (Szaflarski,2013).
Namun, spiritualitas/agama dapat memperburuk hasil karena potensial
kepercayaan pada Tuhan dan penolakan
terapi ARV serta pandangan bahwaHIV
merupakan hukuman dari Tuhan atas kebiasaan dan gaya hidup yang penuh dosa. Hal ini sering
dihubungkan dengan tingginya
tingkat depresi,kesendirian, dan memburuknya kepatuhan
terhadap tindakan medis padaODHA (Szaflarski,
2013).
Mekanisme bagaimana
spiritualitas/agama memengaruhi ODHA
yakni peran ganda spiritualitas/agama sebagai
mekanisme koping dan stresor. Kremer,
et al dalam Szaflarski, (2013),
menunjukkan bahwa spiritualitas
memengaruhi HIV dari sisi positif
atau negatif dalam hidup ODHA. ODHA dapat merasakan peningkatan
spiritualitas dan menganggap
bahwa ia sebagai
orang ‘terpilih’
untuk memiliki penyakit
HIV dan mempersepsikan penyakit
tersebut sebagai
titik positif dalam hidupnya. Sebaliknya,
ODHA yangmerasakan penurunanan
tingkat spiritualitas menganggap
HIV sebagai sesuatu
yang negative.
Beberapa studi menunjukkan
dalam aspek kesehatan
mental yangmempertimbangkan tingginya
tingkat depresi atau permasalahan kebiasaan
pada ODHA. Hidayat
(2017), meneliti hubungan
antara stigma kepercayaan
HIV, koping, dan spiritual. Koping
yang berhubungan dengan
stigma sangatlah penting
karena ODHA sering
merendah diri dan memerlukan carauntuk
menangani distres dan ansietas yang disebabkan oleh faktor sosialseperti
prasangka dan diskriminasi.
Kedamaian spiritual dianggap
sebagaikoping umum yang dapat melindungi
dampak negatif dari stres psikologis(Szaflarski, 2013).
Peran Agama
Dalam perspektif religius,
masalah HIV/ AIDS adalah suatu peringatan pada setiap orang,bahwa
ada krisis dalam penyelenggaraan kehidupan
bersama. Dalam situasi
ini tidak pada empatnya lembaga-lembaga agama bersikukuh dengan
kaca mata hitam-putihnya menuntut
apa yang seharusnyadilakukan atau tidak dilakukan
oleh umat atau masyarakat. Dengan
menghakimi situasi masyarakat
termasuk mengadili para ODHA, agama-agama
tidak bisa memberi
peran apa pun ditengah ketidakadilan
yang sangat menyulitkan
ini
Banyak problem kemanusiaan
yang terlambat ditanggapi
agama-agama,salah satunya adalah
permasalahan HIV/ AIDS. Tidak ada cara lain bagiinstitusi-institusi keagamaan
selain memperbaharui wacana
yangdikembangkan agar lebih bisa menjadi
berkat, rahmat dan memberi damai dalam kehidupan.
Agama sudah seharusnya
menjadi ‘obat’ bagi masalah kehidupan
(termasuk masalah HIV/ AIDS), bukannya
menjadi ‘racun’ yang memperburuk masalah
( Aminah, 2010)
Sikap Masyarakat
Sikap masyarakat berdampak
pada segala aspek kehidupan ODHA termasuk makna ajaran agama.
Terdapat studi yang menemukan bahwakeyakinan masyarakat
ditempat tersebut memiliki
pengaruh negatif yangsignifikan pada sikap dan perilaku orang-orang
terhadap ODHA. Hal ini dikarenakan ODHA dikaitkan dengan
perilaku dan preferensi
seksualtertentu, atau penggunaan
zat obat yang dilarang oleh gereja (Hidayat,
Agungdan Riri 2017)
ODHA mengukapkan bahwa dalam ajaran
agama mereka (Islam
danKristen) terdapat larangan
keras dan berakibat
dosa terhadap larangan
yangkeras dan berakibat
dosa terhadap beberapa
perilaku seperti berhubungan
sekssecara bebas dan mengkibatkan
mereka tertular HIV, namun masyarakatlebih memaknai ajaran
agama sebagai suatu pendorong yang kuat untuk bersikap baik dan saling
mengasihi termasuk kepada
ODHA (Hidayat, Agungdan
Riri 2017). Semua agama mendorong orang untuk berbelas
kasih terhadap orang laintanpa membedakan
ras, jenis kelamin,
status sosial, penyakit
dan perbedaanyang ada. Meskipun beberapa
dari pengikut agama mungkin memiliki
perasaan negative dan diskriminatif terhadap
orang-orang yang berbeda
dari keyakinan mereka
(Hidayat, Agung dan Riri 2017)
LONG TERM CARE
Definisi
Perawatan jangka
panjang mengacu pada rangkaian layanan
medis dan sosial yang dirancang untuk mendukung kebutuhan
orang yang hidup dengan
masalah kesehatan kronis
yang mempengaruhi kemampuan
mereka untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
Layanan perawatan
jangka panjang termasuk layanan
medis tradisional, layanan
sosial, dan perumahan.
Tujuan perawatan jangka
panjang jauh lebih rumit dan jauh lebih banyak sulit diukur
dari pada tujuan
perawatan medis akut. Sedangkan yang utamaTujuan perawatan
akut adalah mengembalikan
individu ke tingkat
fungsisebelumnya, Perawatan jangka
panjang bertujuan untuk mencegahkemerosotan dan meningkatkan penyesuaian
sosial ke tahap penurunan(Harris,K., Sengupta,
M., Park, Lee, E., Valverde,
R., 2013)
Kebutuhan akan perawatan
jangka panjang dipengaruhi
oleh perubahan kapasitas
fungsional fisik, mental,
dan / atau kognitif yang pada gilirannya, selama
kehidupan individu, dipengaruhi
oleh lingkungan. Banyak orang mendapatkan kembali
kapasitas fungsional yang hilang, sementara yang lain mengalami
penurunan. Jenis perawatan
yang dibutuhkan dan durasi
perawatan semacam itu seringkali sulit diprediksi (WHO, 2000). Perawatan jangka
panjang atau kronis
mencakup rentang layanan
yang jauh lebih luas daripada
perawatan akut, menekankan
layanan sosial danmedis.
Sementara perawatan akut biasanya terbatas
pada penyedia khusus,
penyedia perawatan jangka
panjang lebih luas. Mereka termasuk
penyedia obat tradisional seperti
itu seperti dokter
dan rumah sakit,
pengasuhmasyarakat formal seperti
rumahagen perawatan kesehatan,
penyediafasilitas seperti panti jompo dan kehidupan yang dibantu fasilitas,
dan perawat informal
seperti teman atau anggota keluarga.
Perawatan jangka panjang
merupakan komponen dari pendekatan komprehensif,
bersifatholistik tercermin disetiap
aspek perawatan secara
menyeluruh dari klinis,
psikososial, dan sosial
ekonomi (Harris,K., Sengupta,
M., Park, Lee, E.,Valverde, R., 2013).
Pelayanan LTC terdiri
dari berbagai tipe pelayanan berdasarkankebutuhan individu,
yaitu (Singh, 2016):
- Perlayanan medis, keperawatan dan rehabilitasi
- Pelayanan kesehatan mental dan pelayanan demensiac.
- Social support
- Supportive housing
- Pelayanan hospice
Sistem pelayanan
LTC yang ideal akan memuat
10 dimensi berikut(Singh, 2016):
- Pelayanan yang bervariasi
- Pelayanan khusus individual
- Pelayanan total yang terkoordinas
- Peningkatan fungsi independen pasiene.
- Perawatan jangka panjang
- Menggunakan teknologi baru
- Menggunakan praktik
- evidence-based
- Pendekatan holistiki.
- Meningkatkan kualitas perawatan
- Meningkatkan kualitas hidup pasien3.2.2.
Tujuan Long Term Care
Tujuan dari perawatan
jangka panjang atau
long term care
(LTC) adalah
untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga yang hidup dengan
HIV dan penyakit
lainnya yang membutuhkan
perawatan, secara rinci tujuan utamanya
adalah :
- meningkatkan kapasitas keluarga untuk memberikan perawatan
- mendukung peningkatan akses untuk mendapatkan perawatan secara terus menerus
- mengintegrasikan perawatan, dukungan, dan layanan pengobatanyang ada
- menganjurkan untuk perawatan yang berkelanjutan dan holistik
- meningkatkan akses terhadap obat-obatan dan komoditas pentingdalam perawatan
- meningkatkan kualitas pelayanan perawatan (Pratt JR., 2010).3.2.3.
Peran Perawat
Pelaksana perawatan
Sebagai
pelaksana perawatan, perawat dapat bertindak sebagai pemberi asuhan keperawatan
pada pasien HIV/AIDS, memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarganya,
memberikan advokasi serta melakukan peran kolaborasi dengan profesi lain yang terlibat
dalam perawatan pasien HIV/AIDS. Perawat juga dapatmelakukan fasilitasi terhadap
semua kebutuhan pasien sertamelakukan modifikasi lingkungan untuk memberikan kenyamanankepada
pasien HIV/AIDS.
Asuhan keperawatan pada aspek spiritual ditekankan pada penerimaan
pasien terhadap sakit yang dideritanya (Ronaldson dalam Nursalam, 2007). Sehingga
PHIV akan dapat menerima dengan ikhlas terhadap sakit yang dialami dan mampu mengambil
hikmah.
Asuhan keperawatan yang dapat diberikan menurut Nursalam (2007) adalah:
- Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan
- Pandai mengambil hikmah
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan danmengajarkan
kepada pasien untuk selalu berfikiran positifterhadap semua cobaan yang dialaminya.
Dibalik semuacobaan yang dialami pasien, pasti ada maksud dari SangPencipta. Pasien
harus difasilitasi untuk lebih mendekatkandiri kepada Sang Pencipta dengan jalan
melakukan ibadahsecara terus menerus. Sehingga pasien diharapkanmemperoleh suatu
ketenangan selama sakit.
- Ketabahan hati
Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan
danketabahan hati dalam menghadapi cobaan. Individu yangmempunyai kepribadian yang
kuat, akan tabah dalammenghadapi setiap cobaan. Individu tersebut biasanyamempunyai
keteguhan hati dalam menentukankehidupannya. Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada
PHIV. Perawat dapat menguatkan diri pasien denganmemberikan contoh nyata dan atau
mengutip kitab suci atau pendapat orang bijak; bahwa Tuhan tidak akan memberikancobaan
kepada umatNYA, melebihi kemampuannya (QS :Al. Baqarah 286)B.
Pengelola
Sebagai pengelola perawatan, perawat dapat berperan sebagaimanajer
kasus, maupun konsultan pasien HIV/AIDS dan keluarganya(Nursalam, 2007).Menurut
Pratt JR (2010) berbagai intervensi dapat diberikan untuk pasien HIV pada perawatan
jangka panjang, termasuk didalamnya perawatan secara umum, perawatan fisik, perawatan
emosional, sosial danrohani pada pasien dan keluarga.
Perawatan secara umum
Intervensi yang dapat dilakukan:
- Penilaian holistik terhadap kebutuhan fisik, emosi,sosial,dan spiritual dan keluarganya.
- Sistem rujukan untuk menghubungkan klien yang dapatmembantu mengatasi masalah yang telah teridentfikasi
Perawatan Fisik
Intervensi yang dapat dilakukan :
- Penilaian, pencegahan, dan pengobatan rasa sakit
- Penilaian,pencegahan dan pengobatan gejala lain
- Pengajaran kemampuan perawatan diri untuk mengelola gejala efek samping di rumah dan mengetahui tanda-tanda bahaya
- Pemperhatikan kebutuhan fisik dalam masa akhir kehidupan
- Perawatan oleh pengasuh kelompok dukungan konsultasi
Perawatan Sosial
Intervensi yang dapat dilakukan :
- Bantuan dalam pengelolaan stigma
dan diskriminasi
- Dukungan dengan isu-isu hukum seperti
mempersiapkansurat wasiat
- Bantuan terhadap kebutuhan keuangan,
kebutahan gizi perumahan dan pendidikan
Perawatan Rohani
Intervensi yang dapat dilakukan:
- Konsultasi spiritual
- Konsultasi harian untuk aktifitas
ruhani
Long Term Care Pada Pasien HIV/AIDS
Dengan maraknya penggunaan highly active antiretroviral therapy
(HAART), kondisi pasien AIDS berubah dari end-stage terminal illness menjadi
kondisi kronis. Dengan menurunnya angka mortalitas, prevalensiHIV meningkat pada
populasi manusia. Perawatan pada pasien HIV/AIDSmirip dengan karakteristik pasien
LTC (Singh, 2016)Pasien HIV/AIDS rentan mengalami berbagai komorbiditas dangangguan
kognitif. Penyakit hati dan kardiovaskuler seringkali dikaitkandengan penggunaan
HAART jangka panjang. Pasien HIV/AODS juga berisiko tinggi mengalami bermacam-macam
jenis kanker, depresi,demensia, dan penyakit Alzheimer (Cahill & Valadez, dalam
Singh, 2016)dan memiliki berisiko mengalami penurunan berat badan dan inkontinensiaurin
(Shin, et al., dalam Singh, 2016) Banyak laporan bahwa lansia denganHIV/AIDS
memiliki kemampuan fisik yang rendah dan tidak independen.
Faktor-faktor inilah yang mengindikasikan bahwa diperlukannya LTC bagi
pasien HIV/AIDS. Pasien HIV/AIDS memerlukan perawatan medis dandukungan sosial setiap
waktunya (Singh, 2016).HIV selain menyebabkan gangguan fisik, juga dapat menyebabkangangguan
sosial yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan pasien.Stigma negatif dan diskriminatif
dapat menghambat proses penanganan penyakit HIV dan penyebaran epidemik HIV/AIDS.
Stigmatersebut secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas hidup seorang pasien
dengan HIV. Rendahnya kualitas hidup pasien HIV akanmempengaruhi kesehatan dari
pasien itu sendiri. Peningkatan kualitashidup tidak hanya dapat dilakukan melalui
proses penyembuhan secarafisik, hal yang paling utama adalah meningkatkan pemahaman
pasiententang penyakitnya dan merubah orientasi pemikiran pasien darikesembuhan
menjadi kearah penyerahan diri kepada Tuhan dan hubungandengan orang lain (hubungan
sosial). Salah satu pendekatan yang seringdigunakan dalam pendampingan pasien yang
telah lama mengidapHIV/AIDS adalah melalui terapi spiritual. Terapi spiritual yangdilakukan
secara tidak langsung dapat meningkatkan makna spiritualitas pasien tentang penyakitnya.
Spiritualitas merupakan bagian dari kualitas hidup berada dalam domain kapasitas
diri atau being yang terdiri darinilai-nilai personal, standar personal dan kepercayaan.
Terdapat empathal yang diakui sebagai kebutuhan spiritual yaitu proses mencarimakna
baru dalam kehidupan, pengampunan, kebutuhan untuk dicintai,dan pengharapan. Penemuan
makna baru dalam kehidupan ini akanmemfasilitasi pasien HIV/AIDS untuk pengampunan
terhadap dirinyasendiri (Hidayanti, dkk., 2015).
Penyakit HIV/AIDS dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya seperti
meningkatkan ketergantungan pada orang lain,
mental disordersep erti depresi, cemas, putus asa, dan khawatir, serta berpengaruh
padarusaknya kehidupan sosial seperti mengisolasikan diri dan mendapat stigmatisasi.
HIV/AIDS adalah ” medical illness” dan juga ”terminal illness”. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa individu dengan HIV/AIDS membutuhkan terapi dengan pendekatan
bio-psiko-sosio-spiritual, artinyamelihat pasien tidak semata-mata dari segi organobiologik,
psikologik, psiko-sosial tetapi juga aspek spritual/kerohanian. Dengan demikian
jelaslah bahwa penderita HIV/AIDS memiliki masalah yang kompleks(biopsiko-sosio-religius).
Penderita HIV/AIDS dengan berbagaimasalahnya membutuhkan perawatan holistik. Perawatan
holistik bagi pasien penyakit terminal dalam dunia kedokteran dikenal dengan perawatan
paliatif. perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaikikualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit
yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi
dini dan penilaian yangtertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik,
psikososialdan spiritual. dan juga untuk memenuhi kebutuhan pasien denganmemadukan
perawatan medis, dukungan social emosional, konseling, dan perawatan spiritual.
Dengan demikian artinya implementasi perawatan paliatif membutuhkan keterlibatan
berbagai profesi. Tim perawatankesehatan seharusnya meliputi dokter, perawat dan
ahli terapis sertakelompok profesional lainnya seperti pekerja sosial dan rohaniawan.Mereka
yang memiliki peningkatan spiritual memberikan efek positifseperti berkurangnya
rasa sakit, munculnya energi positif, hilangnya psychological distress, hilangnya
depresi, kesehatan mental yang lebih baik, meningkatnya fungsi kognitif dan sosial,
serta berkurangnya perkembangan gejala HIV. Sementara mereka yang mengembangkanrespons
spiritual yang negatif seperti marah kepada Tuhan, menganggap penyakit sebagai hukuman,
dan mengalami keputusasaan justrumempercepat progresivitas penyakit HIV/AIDS. Efektivitas
pendekatanholistik dengan menyentuh aspek spiritual dalam merawat orang denganHIV/AIDS
(Odha) mampu mengantarkan mereka menemukan kembaliharapan dan makna hidup, serta
memperbaiki martabat yang mendapatstigma dan dihantui perasaan bersalah terhadap
diri sendiri atau keluarga, dan meningkatkan ketrampilan untuk bertahan hidup. Dengan
demikiandiketahui bahwa kebutuhan spiritualitas memberikan kontribusi yang maha
penting dalam perjalanan hidup orang dengan HIV/AIDS. Pemenuhankebutuhan rohani
pasien HIV/AIDS dilakukan dalam bentuk konselingIslam yang terintegrasi dalam pelayanan
kesehatan melalui klinik VCTHIV/AIDS (Hidayanti, dkk., 2015).
Tantangan Pelaksanaan Long
Term Care
Tantangan dalam pelaksanaan
long term care (perawatan jangka panjang) adalah adanya perubahan budaya,
serta pengembangan lahan praktik dan pendidikan yang belum memadai. Dalam perawatan,keterlibatan
orang-orang di sekitar klien diperlukan dalam pengambilankeputusan bagi tindakan
perawatan klien. Dampak positif dari long term care meliputi peningkatan
kualitas pelayanan dan kepuasan klien, penurunan biaya karena meningkatkan kesehatan,
serta meningkatkankompetensi perawat. Padalong term care, praktisi perawat
mampumemberikan kualitas pelayanan yang tinggi, seperti mengelola penyakitkronis,
manajemen nyeri, serta mengurangi kunjungan ke rumah sakit.Praktisi perawat mampu
menilai kondisi akut, memberikan pelayananteratur, dan mengelola kondisi klien (manajemen
kasus). Donald,et al(2013) melaporkan adanya peningkatan status kesehatan
dan kualitas hidupdewasa lanjut, serta kepuasan keluarga padalong term care.
Stollee,et al(2006) dalam
McAiney,et al (2008) dan Kaaslalainen, et al (2010),menunjukkan bahwa
praktisi perawat asuhan keperawatan pada jangka panjang memiliki pengaruh positif,
meningkatkan keterampilan dalammengindentifikasi masalah potensial, mengelola kondisi
medis, danmasalah psikososial. Fasilitas long term care berpotensi untukmeningkatkan
keuangan melalui pengurangan pembiayaan rumah sakitdalam merujuk ke instalansi darurat
(Kane,et al,2003; Klassen, Lamont,dan Krishan, 2009). Fasilitas untuk mengimplementasikan
praktisi perawat pada long term care termasuk mendapatkan dukungan dan komitmen
untukkepemimpinan keperawatan, menghasilan pengetahuan dan komunikasi, menyediakan pelayanan yang efektif dan efesien, serta
membanguninteraksi interdisipliner
0 Comments