Definisi
Sindrom premenstruasi adalah
kumpulan gejala tidak menyenangkan berupa gejala fisik, emosional dan
psikologis yang terkait dengan siklus menstruasi wanita. Biasa muncul 7-14 hari
sebelum haid. Gejala tersebut akan menghilang setelah haid muncul beberapa hari
(Nourjah, 2008 dalam Nurmiaty dkk, 2011).
Epidemiologi
Sindrom premenstruasi biasanya
dialami 63,1% remaja. Dari 75% yang mengeluhkan gejala sindrom premenstruasi,
30% di antaranya memerlukan pengobatan (Nurmiaty dkk, 2011).
Pre
Menstruation Syndrom (PMS) meliputi gejala psikis dan fisik, yaitu (The American college of Obstetricians and
Gynecologist, 2015):
- Gejala emosional: hormon estrogen dan progesterone menurun
menjelang menstruasi. Penurunan hormon ovarium juga mempengaruhi produksi
hormon di otak, sehingga kemungkinan akan mempengaruhi hormon yang mempengaruhi
mood atau emosi. Gejala emosional meliputi depresi, mudah marah, sensitif,
mudah menangis, cemas, bingung, gangguan konsentrasi dan insomnia.
- Wanita merasa tubuhnya bertambah gemuk, hal ini dikarenakan
peningkatan estrogen sehingga menyebabkan retensi cairan sehingga badan terasa
agak bengkak.
- Gejala fisik yang dialami seperti nyeri sendi dan otot, sakit
kepala, cepat lelah, perut kembung, nyeri payudara, jerawat, diare atau
sembelit,
kaki dan tangan bengkak, gangguan klit, gangguan saluran cerna, nyeri perut.
Faktor risiko sindroma premenstruasi
- Diet
Faktor
kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda,
produk susu dan makanan olahan dapat memperberat gejala PMS (Rayburn, 2001).
- Defisiensi
zat gizi makro dan mikro
Defisiensi
zat gizi makro (energi, protein) dan zat gizi mikro, seperti kurang vitamin B
(terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam
lemak linoleat (Karyadi, 2007).
- Status
perkawinan
Status
perkawinan dan status kesehatan juga mempunyai keterkaitan. Wanita yang telah
menikah pada umumnya mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah
dan biasanya mempunyai kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada
wanita yang tidak menikah (Burman & Margolin dalam Haijiang Wang, 2005).
Sebuah penelitian pada tahun 1994 yang berjudul Biological, Social and
Behavioral Factors Associated with Premenstrual Syndrome yang melibatkan 874
wanita di Virginia menemukan fakta bahwa mereka yang telah menikah cenderung
mempunyai resiko yang lebih kecil untuk mengalami PMS (3,7%) dari pada mereka
yang tidak menikah (12,6%) (Deuster, 1999 dalam Maulana, 2008).
- Usia
PMS
semakin mengganggu dengan semakin bertambahnya usia, terutama antara usia 30-45
tahun. Faktor resiko yang paling berhubungan dengan PMS adalah faktor
peningkatan umur, penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita yang mencari
pengobatan PMS adalah mereka yang berusia lebih dari 30 tahun (Cornforth, 2000
dalam Maulana). Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja
mengalami gejala-gejala yang sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang
dialami oleh wanita yang lebih tua (Freeman, 2007 dalam Maulana, 2008).
- Stres
Stres
dapat berasal dari internal maupun eksternal dalam diri wanita. Stres merupakan
predisposisi pada timbulnya beberapa penyakit, sehingga diperlukan kondisi
fisik dan mental yang baik untuk menghadapi dan mengatasi serangan stres
tersebut. Stres mungkin memainkan peran penting dalam tingkat kehebatan gejala
premenstrual syndrome (PMS) (Mulyono dkk, 2001 dalam Maulana, 2008).
- Kebiasaan
merokok dan minum alkohol
Kebiasaan
merokok dan meminum alkohol dapat memperburuk keadaan atau gejala yang
ditimbulkan pada masa pre menstruation syndrome
- Kurang
berolah raga
Kurang
berolahraga dan melakukan aktivitas fisik turut memberikan kontribusi dalam
memperberat gejala PMS.Tipe dan jenis-jenis sindroma premenstruasi
Tipe PMS bermacam-macam. Dr.
Guy E. Abraham, ahli kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS,
membagi PMS menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Sebanyak 80%
gangguan PMS termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%, PMS C sebanyak 40%,
dan PMS D sejumlah 20%. Kadang-kadang seorang wanita mengalami gejala gabungan,
misalnya tipe A dan D secara bersamaan. Tipe-tipe PMS adalah sebagai berikut:
PMS tipe A (anxiety)
PMS
tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf
tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai
sedang saat sebelum mendapat haid. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan
hormon estrogen dan progesterone dimana hormon estrogen terlalu tinggi
dibandingkan dengan hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron kadang
dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti mengatakan, pada
penderita PMS bisa jadi kekurangan vitamin B6 dan magnesium. Penderita PMS A
sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan membatasi minum kopi.
PMS tipe H (hyperhydration)
PMS
tipe H (hyperhydration) memiliki gejala edema (pembengkakan), perut kembung,
nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan
sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS
lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar
sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita.
Pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium
pada tubuh hanya mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala
ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan
serta membatasi minum sehari-hari.
PMS tipe C (craving)
PMS
tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin mengonsumsi makanan yang
manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada
umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul
gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang
kadang-kadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon
insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat
disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam
lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium
PMS
Tipe D (depression)
PMS
tipe D (depression) ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemah,
gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata
(verbalisasi), bahkan kadang-kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba
bunuh diri. Biasanya PMS tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya
sekitar 3% dari seluruh tipe PMS benar-benar murni tipe D. PMS tipe D murni disebabkan
oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, di mana hormon
progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon
estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan tipe A dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan penyimpanan
timbal di tubuh, atau kekurangan magnesium dan vitamin B (terutama B6).
Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat
membantu mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi bersamaan dengan PMS tipe
A.
Pencegahan sindroma premenstruasi
Sebagai
upaya untuk mencegah sindroma premenstruasi, maka dapat dilakukan hal-hal
sebagai berikut (Nurmiaty dkk., 2011):
- hindari pola makan kurang sehat, termasuk jajanan yang manis (kue, coklat),
- hindari asupan makanan tinggi lemak, karbohidrat
dan natrium, serta rendah kalsium,
- hindari kegemukan,
- hidari stress,
- tingkatkan konsumsi buah dan sayur, jangan
makanan dengan karbohidrat sederhana (makanan yang manis-manis),
- tingkatkan konsumsi mineral seperti magnesium,
- tingkatkan konsumsi vitamin D,
- regulasi emosi,
- catat jadwal siklus haid anda serta kenali
gejala pms-nya,
- perhatikan pula apakah anda sudah dapat
mengatasi pms pada siklussiklus datang bulan berikutnya.
0 Comments