Konseling
dan Tes HIV dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis HIV dan AIDS, untuk
mencegah sedini mungkin terjadinya penularan atau peningkatan kejadian infeksi
HIV dan pengobatan lebih dini.
Konseling
dan Tes HIV dilakukan melalui pendekatan:
- Konseling dan Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan (KTIP), merupakan tes HIV dan konseling yang dilakukan kepada seseorang untuk kepentingan kesehatan dan pengobatan berdasarkan inisiatif dari pemberi pelayanan kesehatan
- Konseling dan Tes HIV Sukarela (KTS), merupakan proses konseling sukarela dan tes HIV atas inisiatif individu yang bersangkutan.
Penyelenggaraan Konseling dan Tes HIV wajib
terintegrasi dengan pelayanan KIA, KB, pelayanan kesehatan reproduksi,
pelayanan kesehatan remaja, pelayanan IMS, pelayanan TB, pelayanan Hepatitis,
serta pelayanan NAPZA dan rehabilitasi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Apabila dalam memberikan pelayanan Konseling dan Tes HIV diketahui pasien
terinfeksi HIV, maka Petugas kesehatan atau konselor HIV wajib menganjurkan
atau memberikan pengobatan sesuai kewenangannya.
PRINSIP DASAR TKHIV DAN AIDS
KTHIV merupakan pintu masuk utama pada layanan
pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan. Dalam kebijakan dan strategi
nasional telah dicanangkan konsep akses universal untuk mengetahui status HIV,
akses terhadap layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV
dengan visi
getting to zero, yaitu zero new HIV infection, zero discrimination dan zero AIDS related death.
Dalam pelaksanaanya, tes HIV harus mengikuti
prinsip yang telah disepakati secara global yaitu 5 komponen dasar yang disebut
5C (informed consent, confidentiality, counseling, correct test results, connections to, care,treatment and prevention services).
- Informed Consent, adalah persetujuan akan suatu tindakan pemeriksaan laboratorium HIV yang diberikan oleh pasien/klien atau wali/pengampu setelah mendapatkan dan memahami penjelasan yang diberikan secara lengkap oleh petugas kesehatan tentang tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien/klien tersebut.
- Confidentiality, adalah Semua isi informasi atau konseling antara klien dan petugas pemeriksa atau konselor dan hasil tes laboratoriumnya tidak akan diungkapkan kepada pihak lain tanpa persetujuan pasien/klien. Konfidensialitas dapat dibagikan kepada pemberi layanan kesehatan yang akan menangani pasien untuk kepentingan layanan kesehatan sesuai indikasi penyakit pasien.
- Counselling, yaitu proses dialog antara konselor dengan klien bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan dapat dimengerti klien atau pasien. Konselor memberikan informasi, waktu, perhatian dan keahliannya, untuk membantu klien mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan. Layanan konseling HIV harus dilengkapi dengan informasi HIV dan AIDS, konseling pra-Konseling dan Tes pascates yang berkualitas baik.
- Correct test results.Hasil tes harus akurat. Layanan tes HIV harus mengikuti standar pemeriksaan HIV nasional yang berlaku. Hasil tes harus dikomunikasikan sesegera mungkin kepada pasien/klien secara pribadi oleh tenaga kesehatan yang memeriksa.
- Connections to, care, treatment and prevention services. Pasien/klien harus dihubungkan atau dirujuk ke layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV yang didukung dengan sistem rujukan yang baik dan terpantau.
ISTILAH YANG PERLU DIPAHAMI
- Acquired Immuno Deficiency Syndrome yang selanjutnya disingkat AIDS adalah suatu kumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV dalam tubuh seseorang.
- Anti Retroviral Therapy atau Terapi Antiretroviral (ART) adalah pengobatan untuk menghambat kecepatan replikasi virus dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV.
- CD4 (Cluster of Differentiation 4) adalah suatu limfosit/T helper cell yang merupakan bagian penting dari sel sistem kekebalan/imun.
- ELISA atau Enzym Linked Immunosorbent Assay, adalah suatu pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV
- Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, sektor swasta dan/atau masyarakat
- Hasil tes diskordan adalah istilah laboratorium yang merujuk kepada hasil tes yang positif pada satu tes, namun negatif pada tes lainnya.
- Hasil tes indeterminan adalah hasil tes HIV yang belum jelas positif atau negatif.
- Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV adalah virus yang menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).
- Populasi Kunci terdiri dari Pekerja seks, pengguna narkoba suntik, waria, lelaki seks dengan lelaki dan Transgender.
- Populasi beresiko adalah warga binaan pemasyarakatan, ibu hamil, pasien TB, kaum migran, pelanggan pekerja seks dan pasangan ODHA.
- Kelompok minor adalah mereka yang belum dewasa, anak dan mereka yang masih terbatas kemampuan berpikir dan menimbang.
- Klien adalah seseorang yang mencari atau mendapatkan pelayanan konseling dan atau tes HIV.
- Konselor HIV adalah seseorang yang memberikan konseling tentang HIV dan telah terlatih.
- Konseling HIV dan AIDS adalah proses dialog antara konselor dengan pasien/klien atau antara petugas kesehatan dengan pasien yang bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan dapat dimengerti oleh pasien atau klien. Konselor memberikan waktu dan perhatian, untuk membantu klien mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan.
- Konseling pasangan adalah konseling yang dilakukan terhadap pasangan seksual klien ataupun pasangan tetap klien.
- Konseling pasca tes adalah diskusi antara konselor dengan klien atau antara pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien, bertujuan menyampaikan hasil tes HIV klien serta membantu pasien/klien beradaptasi dengan hasil tesnya.
- Konseling pra tes adalah dialog antara klien dan konselor dalam kerangka KTS yang bertujuan menyiapkan klien menjalani tes HIV dan membantu klien memutuskan akan tes atau tidak.
- Konseling pra tes kelompok adalah komunikasi, edukasi dan informasi atau diskusi antara konselor dengan beberapa klien, biasanya antara 5 sampai 10 orang, bertujuan untuk menyiapkan mereka menjalani tes HIV.
- Orang yang hidup dengan HIV dan AIDS (ODHA) adalah orang yang telah terinfeksi HIV
- Pasangan diskordan adalah pasangan seksual yang salah satunya adalah ODHA.
- Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi antigen HIV (RNA/DNA).
- Pemangku kepentingan adalah individu atau kelompok yang mempunyai kepentingan terhadap suatu kondisi, sejak perencanaan, proses, pelaksanaan serta hasil maupun dampaknya.
- Pengelola/pengurus tempat kerja adalah orang/bagian dari organisasi kerja yang mempunyai tugas memimpin dan mengelola suatu tempat kerja.
- Populasi berisiko adalah populasi yang rentan terhadap penularan HIV (termasuk pekerja yang bekerja dengan mobilitas tinggi, atau sering berpisah dengan keluarganya).
- Periode jendela adalah suatu periode atau masa sejak orang terinfeksi HIV sampai tubuh orang tersebut membentuk antibodi melawan HIV yang cukup untuk dapat dideteksi dengan tes antibodi HIV.
- Petugas psikososial atau petugas non medis adalah orang yang memberikan layanan di bidang psikologis dan sosial terkait dengan HIV dan AIDS.
- Refusal Consent adalah penolakan yang dilakukan oleh pasien/klien secara tertulis untuk tidak dilakukan prosedur (tes HIV, operasi, tindakan medis lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen yang berasal dari dirinya. Juga termasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya untuk suatu keperluan penelitian.
- Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
- Tes cepat HIV / Rapid Diagnostic Test adalah suatu metode pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi antibodi HIV.
- Tes cepat HIV paralel adalah tes HIV dengan reagen yang berbeda yang dikerjakan bersamaan yang hasilnya didapat kurang dari 2 jam.
- Tes cepat HIV serial adalah suatu tes HIV dengan reagen yang berbeda dilakukan satu sesudah lainnya yang hasilnya didapat kurang dari 2 jam.
- Tes HIV adalah pemeriksaan terhadap antibodi yang terbentuk akibat masuknya HIV kedalam tubuh, atau pemeriksaan antigen yang mendeteksi adanya virus itu sendiri atau komponennya.
- Tes ulang adalah tes HIV pada orang yang pernah melakukan tes sebelumnya dan memperoleh hasilnya.
- Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi oleh bakteri tuberkulosa. TB seringkali merupakan infeksi yang menumpang pada mereka yang telah terinfeksi HIV.
PENYELENGGARAAN KONSELING DAN TES HIV
Beberapa alasan seseorang melakukan KTHIV
adalah:
- Orang atau pasangan yang ingin mengetahui status HIVnya;
- Ibu hamil yang masuk dalam Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA);
- Penegakan diagnosis untuk keperluan pasien (pasien Hepatitis, pasien TB, pasien IMS, ibu hamil, bayi yang lahir dari ibu dengan HIV);
- Pasien yang diduga telah terinfeksi HIV
- Penapisan darah donor transfusi atau organ tubuh;
- Tata laksana Profilaksis Pasca Pajanan (PPP) setelah terjadinya tusukan pada kecelakaan kerja okupasional;
- Prosedur pemeriksaan dalam kasus perkosaan; dan
- Perintah pengadilan dari terdakwa dalam kasus kejahatan seksual dan sebagainya.
Secara umum, pemeriksaan HIV dilakukan untuk
tujuan penapisan darah donor dan transplantasi, surveilans, dan penegakan
diagnosis.
PELAKSANAAN KONSELING DAN TES HIV ATAS INISIASI PEMBERI LAYANAN KESEHATAN (KTIP)
Konseling
dan Tes HIV atas inisiasi pemberi layanan kesehatan dan konseling (KTIP) adalah
Tes
HIV yang dianjurkan atau ditawarkan oleh petugas kesehatan kepada pasien pengguna layanan kesehatan sebagai komponen pelayanan standar layanan
kesehatan di fasilitas
tersebut.
Tujuan umum dari KTIP adalah
untuk melakukan diagnosis HIV secara
lebih dini dan memfasilitasi pasien untuk mendapatkan
pengobatan HIV serta untuk memfasilitasi pengambilan keputusan klinis atau medis
terkait pengobatan Antiretroviral (ARV), yang
dibutuhkan dimana hal tersebut
tidak mungkin diambil tanpa mengetahui status HIV nya.
Langkah-langkah dalam
melaksanakan KTIP di fasilitas pelayanan
kesehatan:
1. PEMBERIAN INFORMASI TENTANG HIV DAN AIDS SEBELUM TES
Pemberian
Informasi ini terdiri atas beberapa sasaran sebagai berikut :
1. Sesi informasi pra-tes secara kelompok
Sesi ini dapat dilaksanakan sebagai pilihan
bila sarana memungkinkan.
Semua pasien atau klien yang datang ke layanan kesehatan terutama di layanan TB, IMS, PTRM, LASS, KIA, KB, layanan untuk populasi kunci
dan pada kelompok pekerja yang berisiko ataupun klien yang datang ke layanan KTS untuk mencari layanan
Tes HIV secara sukarela, dapat
diberikan KIE secara kelompok di ruang tunggu sebelum bertatap muka dengan petugas yang bersangkutan sambil menunggu gilirannya
dilayani.
KIE
tersebut hendaklah diselenggarakan
secara rutin dan berkala sesuai kondisi tempat layanan dengan topik kesehatan secara umum dan masalah yang berkaitan dengan
HIV dan AIDS.
Informasi
kelompok hendaknya meliputi komponen penting yang dibutuhkan pasien atau klien
seperti:
- Informasi dasar HIV dan AIDS,
- Upaya pencegahan yang efektif, termasuk penggunaan kondom secara konsisten, mengurangi jumlah pasangan seksual, penggunaan alat suntik steril dan lainnya.
- Keuntungan dan pentingnya tes HIV sedini mungkin.
- Informasi tentang proses pemeriksaan laboratorium HIV
- Membahas konfidensialitas, dan konfidensialitas bersama
- Membahas pilihan untuk tidak menjalani tes HIV
- Tawaran untuk menjalani tes pada masa mendatang bila klien belum siap
- Pentingnya pemeriksaan gejala dan tanda penyakit TB selama konseling pra dan pasca-tes
- Rujukan ke layanan yang terkait dengan HIV, seperti misalnya konsultasi gizi, pemeriksaan dan pengobatan TB, pemeriksaan IMS, pemeriksaan CD4, tatalaksana infeksi oportunistik dan stadium klinis.
Persetujuan untuk menjalani tes HIV
(informed consent)
harus selalu diberikan secara individual dengan kesaksian petugas kesehatan. Pasal
45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran. Dalam
pasal tersebut dijelaskan bahwa Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi
diberikan setelah pasien mendapatkan penjelasan secara lengkap.
2.
Sesi
informasi pra-tes secara individual
Pada
sesi individual, pasien/klien mendapatkan informasi edukasi
dari petugas kesehatan/konselor tentang HIV untuk menguatkan
pemahaman pasien/klien atas HIV dan implikasinya
agar ia mampu menimbang perlunya pemeriksaan. Edukasi meliputi:
- Informasi dasar tentang HIV dan AIDS;
- Penularan dan pencegahan;
- Tes HIV dan konfidensialitas;
- Alasan permintaan tes HIV;
- Ketersediaan pengobatan pada layanan kesehatan yang dapat diakses;
- Keuntungan membuka status kepada pasangan dan atau orang dekatnya;
- Arti tes dan penyesuaian diri atas status baru; dan
- Mempertahankan dan melindungi diri serta pasangan/keluarga agar tetap sehat.
3.
Sesi
Informasi Pra-Tes Pada Kelompok Khusus
Ada beberapa kelompok masyarakat yang
lebih rentan terhadap dampak buruk seperti
diskriminasi, pengucilan, tindak
kekerasan, atau penahanan.
Dalam hal tersebut maka perlu diberi informasi
lebih dari yang minimal di atas, untuk meyakinkan informed- consent nya.
- Perempuan Hamil
- Risiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya;
- Pengurangan risiko penularan HIV dari ibu dengan HIV positif kepada janin yang dikandungnya, antara lain melalui terapi antiretroviral, persalinan aman dan pemberian makanan bayi; dan
- Manfaat diagnosis HIV dini bagi bayi yang akan dilahirkan.
- Bayi, Anak dan Remaja
Fokus
informasi pada anak dan remaja meliputi:
- Informasi dasar HIV dan AIDS secara singkat
- Informasi tentang pencegahan, pengobatan dan perawatan
- Masalah penyingkapan status HIV kepada anak pada saatnya
- Masalah stigma dan diskriminasi di lingkungan keluarga dan masyarakat setempat.
- Individu dalam kondisi khusus
Fokus
informasi prates pada individu khusus meliputi:
- Informasi dasar HIV dan AIDS;
- Informasi tentang pencegahan, pengobatan dan perawatan;
- Bila perlu dilakukan konseling oleh konselor yang memahami persoalan kebutuhan khusus tersebut.
- Pasien dengan kondisi kritis
- Pasien TB
- Kelompok berisiko (penasun, pekerja seks, waria, LSL)
- Informasi dasar tentang HIV dan AIDS;
- Informasi dasar tentang cara penularan dan mengurangi risiko HIV
- Demonstrasi dan diskusi tentang penggunaan kondom atau alat suntik steril;
- Keuntungan dan isu potensial berkaitan dengan konseling;
- Prosedur tes HIV dan penyampaian hasil tes HIV
- Informasi rujukan dan dukungan.
2. PERSETUJUAN TES HIV (INFORMED CONCENT)
Informed consent bersifat universal
yang berlaku pada semua pasien
apapun penyakitnya karena semua tindakan
medis pada dasarnya membutuhkan persetujuan pasien.
Aspek
penting di dalam persetujuan adalah sebagai berikut:
- Klien telah memahami tentang maksud dan tujuan tes, serta risiko dan dampaknya;
- Informasi bahwa jika hasil tes positif, akan dirujuk ke layanan HIV termasuk pengobatan ARV dan penatalaksanaan lainnya;
- Bagi mereka yang menolak tes HIV dicatat dalam catatan medik untuk dilakukan penawaran tes dan atau konseling ulang ketika kunjungan berikutnya;
- Persetujuan untuk anak dan remaja di bawah umur diperoleh dari orangtua atau wali/pengampu; dan
- Pada pasien dengan gangguan jiwa berat atau hendaya kognitif yang tidak mampu membuat keputusan dan secara nyata berperilaku berisiko, dapat dimintakan kepada isteri/suami atau ibu/ayah kandung atau anak kandung/saudara kandung atau pengampunya.
Beberapa isu terkait persetujuan tes
HIV:
- Konfidensialitas
Konfidensialitas
berlaku secara umum. Semua informasi pasien
apapun penyakitnya, yang berdasarkan undang-undang bersifat konfidensial
tidak boleh diberikan pada pihak
yang tidak berkepentingan,
yang berarti seorang
petugas kesehatan/konselor tidak diperkenankan
menyampaikan hasil kepada siapapun di luar kepentingan
kesehatan klien tanpa seijin klien, kecuali:
a.
Klien membahayakan diri sendiri atau
orang lain;
b.
Tidak mampu bertanggung jawab atas keputusan/tindakannya;
c. Atas
permintaan pengadilan/hukum/undang-undang.
Konfidensialitas
tidak bersifat mutlak. Dalam hal ini konselor/petugas kesehatan dapat berbagi
hasil tes HIV pasien jika memang dibutuhkan, seperti kepada:
- tenaga kesehatan yang akan melayani atau mereka yang berkompeten dan berhubungan secara langsung menangani kesehatan klien, misalnya jika pasien membutuhkan dokter penyakit paru, dokter kebidanan, bidan yang akan memberikan layanan kesehatan kepadanya, rujukan pada tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan pasien
- Pengawas Minum Obat atau kelompok dukungan sebaya;
- keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap;
- pasangan seksual; dan
- pihak lain sesuai ketentuan undang-undang.
- Penolakan untuk Menjalani Tes HIV
Penolakan
untuk menjalani tes HIV tidak boleh mengurangi kualitas layanan lain yang tidak
terkait dengan status HIVnya. Pasien
yang menolak menjalani tes perlu terus ditawari kembali pada kunjungan
berikutnya atau ditawarkan untuk menjalani sesi konseling di Klinik KTS oleh
seorang konselor terlatih di masa yang akan datang jika memungkinkan. Penolakan tersebut harus
dicatat di lembar catatan medisnya agar diskusi dan tes
HIV ditawarkan kembali pada kunjungan yang akan datang.
3. PENGAMBILAN DARAH UNTUK TES
Tes
HIV idealnya dilakukan di laboratorium yang tersedia di fasilitas layanan
kesehatan. Jika layanan
tes tidak tersedia di fasilitas tersebut, maka tes dapat dilakukan di
laboratorium rujukan. Metode tes HIV yang digunakan sesuai dengan Pedoman
Pemeriksaan Laboratorium HIV
Kementerian Kesehatan.
Hasil tes cepat dapat ditunggu oleh pasien. Tes cepat dapat dilakukan di luar sarana laboratorium, tidak memerlukan peralatan khusus dan dapat dilaksanakan di fasilitas kesehatan primer oleh paramedis terlatih. Tes cepat tidak dianjurkan untuk jumlah pasien yang banyak.
Tes Enzyme ImmunoAssay (EIA) biasanya dilakukan di fasilitas layanan kesehatan dengan sarana laboratorium yang lengkap dan petugas yang terlatih dengan jumlah pasien yang lebih banyak . Setiap dilakukan pemeriksaan harus
mencantumkan nama dan jenis reagen yang digunakan menggunakan contoh Formulir 5
sebagaimana terlampir.
Pemilihan
antara menggunakan tes cepat HIV atau tes ELISA harus mempertimbangkan faktor tatanan
tempat pelaksanaan tes HIV, biaya dan ketersediaan perangkat tes,
reagen dan peralatan; pengambilan sampel, transportasi, SDM serta kesediaan
pasien untuk kembali mengambil
hasil.
Tes HIV secara serial adalah apabila tes yang pertama memberi hasil non- reaktif, maka
tes antibodi akan dilaporkan negatif. Apabila hasil tes pertama menunjukkan reaktif, maka perlu dilakukan
tes HIV kedua pada sampel yang sama dengan menggunakan reagen, metoda dan/atau antigen yang berbeda dari yang pertama. Perangkat tes yang
persis sama namun dijual dengan nama yang
berbeda tidak boleh digunakan untuk
kombinasi tersebut. Hasil
tes kedua yang menunjukkan reaktif
kembali maka di lanjutkan
dengan tes HIV ketiga. Standar Nasional untuk tes HIV adalah
menggunakan alur serial karena lebih murah dan tes kedua hanya
diperlukan bila tes pertama memberi hasil reaktif saja.
Tes virologi HIV DNA kualitatif dianjurkan untuk diagnosis bayi dan anak umur kurang dari 18 bulan dan perempuan HIV positif
yang merencanakan kehamilan
dan persalinan. Tes HIV untuk anak umur kurang dari 18 bulan dari ibu HIV-positif tidak dianjurkan
dengan tes antibodi, karena akan
memberikan hasil positif palsu.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Anti HIV
Hasil Positif:
·
Bila hasil A1 reaktif, A2 reaktif dan
A3 reaktif
Hasil
Negatif:
·
Bila hasil A1 non reaktif
·
Bila hasil A1 reaktif tapi pada
pengulangan A1 dan A2 non reaktif
·
Bila salah satu reaktif tapi tidak
berisiko
Hasil
Indeterminate:
• Bila
dua hasil tes reaktif
• Bila hanya 1 tes reaktif tapi
berisiko atau pasangan berisiko
Tindak Lanjut
Pemeriksaan Anti HIV
Tindak
lanjut hasil positif:
• Rujuk
ke Pengobatan HIV
Tindak
lanjut hasil negatif:
• Bila
hasil negatif dan berisiko dianjurkan pemeriksaan ulang minimum 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan dari pemeriksaan pertama sampai satu
tahun.
• Bila hasil negatif dan tidak berisiko
dianjurkan perilaku hidup sehat
Tindak
lanjut hasil indeterminate:
- Tes perlu diulang dengan spesimen baru minimun setelah dua minggu dari pemeriksaan yang pertama.
- Bila hasil tetap indeterminate, dilanjutkan dengan pemeriksaan PCR.
- Bila sarana pemeriksaan PCR tidak memungkinkan, rapid tes diulang 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan dari pemeriksaan yang pertama
4. PENYAMPAIAN HASIL TES
Penyampaian
hasil tes dilakukan oleh petugas
kesehatan yang menawarkan tes HIV.
Penyampaian hasil tes dimaksudkan, untuk memastikan pemahaman pasien
atas status HIVnya dan keterkaitan dengan penyakitnya. Hal-hal
berikut dilakukan oleh petugas pada penyampaian hasil tes:
- Membacakan hasil tes;
- Menjelaskan makna hasil tes;
- Memberikan informasi selanjutnya; dan
- Merujuk pasien ke konselor HIV untuk konseling lanjutan dan ke layanan pengobatan untuk terapi selanjutnya.
- Periksa ulang seluruh hasil tes klien/pasien dalam data klien/catatan medik. Lakukan hal ini sebelum bertemu klien/pasien untuk memastikan kebenarannya.
- Hasil tes
tertulis
tidak
diberikan
kepada
klien/pasien.
Jika klien/pasien memerlukannya, dapat diberikan salinan hasil tes HIV dan dikeluarkan dengan tandatangan
dokter penanggungjawab
5. KONSELING PASCA TES
Semua
klien/pasien yang menjalani tes HIV perlu menerima konseling pasca
tes tanpa memandang apapun hasilnya. Konseling pasca tes
membantu klien/pasien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil
tes dan tindak lanjut pengobatan. Hasil
dari konseling pasca tes yang dilakukan
konselor mendokumentasikan
dalam buku kunjungan klien,
formulir ini dapat dibuat oleh
masing-masing layanan. Tidak ada bentuk formulir khusus, mengingat
buku kunjungan klien akan bervariasi tergantung dari kebutuhan informasi di setiap layanan.
F.
RUJUKAN
KE LAYANAN PDP BAGI YANG POSITIF
Klien/pasien
yang hasil tesnya positif perlu
segera dirujuk ke layanan perawatan,
dukungan dan pengobatan untuk mendapatkan
layanan selanjutnya yang dibutuhkan.
0 Comments