Definisi Sifilis
Sifilis adalah infeksi menular seksual yang
disebabkan oleh bakteri spirosetTreponema pallidum sub-spesies pallidum.
Rute utama penularannya melalui kontak seksual; infeksi
ini juga dapat ditularkan dari ibu ke janin selama kehamilan atau saat
kelahiran, yang menyebabkan terjadinya sifilis kongenital.
Penyakit lain yang diderita manusia yang disebabkan oleh Treponema
pallidum termasuk yaws (subspesiespertenue), pinta (sub-spesies carateum),
dan bejel (sub-spesies endemicum).
Sifilis atau penyakit
Raja Singa adalah salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang kompleks,
disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum. Perjalanan penyakit ini
cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat tubuh dapat diserang,
termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang
menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan
sifilis kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian.
Jika cepat terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan
antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat berkembang ke fase
selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat kelamin.
2.1.1 Penularan Sifilis
Sifilis terutama ditularkan melalui kontak seksual
atau selama kehamilan dari ibu kejaninnya, spiroseta mampu menembus membran mokusa utuh atau
ganguan kulit. Oleh karena itu dapat ditularkan melalui mencium area di dekat
lesi, serta seks oral, vaginal, dan anal. Sekitar 30 sampai 60% dari mereka
yang terkena sifilis primer atau sekunder akan terkena penyakit tersebut.
Contoh penularannya, seseorang yang disuntik dengan hanya 57 organisme
mempunyai peluang 50% terinfeksi. Sebagian besar (60%) dari kasus baru di
United States terjadi pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki.
Penyakit tersebut dapat ditularkan lewat produk darah. Namun,
produk darah telah diuji di banyak negara dan risiko penularan tersebut menjadi
rendah. Risiko dari penularan karena berbagi jarum suntik tidaklah
banyak. Sifilis tidak dapat ditularkan melalui dudukan toilet, aktifitas
sehari-hari, bak panas, atau berbagi alat makan serta pakaian.
2.1.2 Stadium Sifilis
Penyakit sifilis memiliki empat stadium
yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki
gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ tubuh yang berbeda-beda
pula.
1.
Stadium Dini (primer) Tiga minggu
setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Lesi pada
umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang
erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya
tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri.
Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus,
sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai
ulkus durum. Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah
bening di daerah lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada
perabaan, tidak nyeri, tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya.
Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya
terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil, putting susu,
jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu,
cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi.
2.
Stadium II (sekunder) Pada umumnya
bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu
antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa
transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II. Sifat yang
khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri
kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului,
kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul
berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung
bernanah. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator
of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan
kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir
dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.
3.
Sifilis Stadium III Lesi yang khas
adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma umumnya satu,
dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma
dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung
dan dasar mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung,
hati, limpa, paru-paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit,
kemerahan dan nyeri.
4.
Sifilis Tersier Termasuk dalam
kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis (pada
jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah
10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna
lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium
ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema
pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali
(selama 3 hari berturut-turut).
2.2 Gejala-Gejala Penyakit Sifilis
Tanda
dan gejala sifilis bervariasi bergantung pada fase mana penyakit tersebut
muncul (primer, sekunder, laten, dan tersier). Fase primer secara umum ditandai
dengan munculnya chancre tunggal
(ulserasi keras, tidak menimbulkan rasa sakit, tidak gatal di kulit), sifilis
sekunder ditandai dengan ruam yang menyebar yang seringkali muncul di telapak
tangan dan tumit kaki, sifilis laten biasanya tidak memiliki atau hanya
menunjukkan sedikit gejala, dan sifilis tersier dengan gejala gumma, neurologis, atau
jantung. Namun, penyakit ini telah dikenal sebagai "peniru ulung"
karena kemunculannya ditandai dengan gejala yang tidak sama. Diagnosis biasanya
dilakukan melalui tes darah; namun, bakteri
juga dapat dilihat melalui mikroskop. Sifilis dapat diobati secara efektif
dengan antibiotik, khususnya dengan suntikan penisilin G (yang
disuntikkan untuk neurosifilis), ataupunceftriakson, dan bagi
pasien yang memiliki alergi berat terhadap penisilin, doksisiklin atauazitromisin dapat
diberikan secara oral atau diminum.
1.
Primer
Sifilis primer umumnya diperoleh dari kontak seksual secara langsung dengan orang yang terinfeksi ke orang lain. Sekitar 3 sampai 90 hari setelah awal kedapatan (rata-rata 21 hari) luka di kulit dinamakan chancre, tampak pada saat kontak.
Lesi
ini biasanya tunggal, kokoh, tanpa rasa sakit, pemborokan kulit tanpa rasa
gatal dengan dasar yang bersih serta berbatasan tajam antara ukuran 0,3 dan 3,0
cm.
Walau
bagaimanapun luka bisa dikeluarkan hampir dalam bentuk apapun. Pada bentuk yang
umum, luka baerkembang dari macule ke papule dan akhirnya
ke erosion atau ulcer.
2.
Fase Skunder
Fase
sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 2-12
minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama
beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi
beberapa minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam yang baru.
3.
Fase Laten
Setelah
penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana
tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau
berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase
laten kadang luka yang infeksi kembali muncul.
4.
Tersier
Sifilis
tersier bisa terjadi kira-kira 3 hingga 15 tahun setelah infeksi awal, dan bisa
dibagi kedalam tiga bentuk berbeda; sifilis gummatous , neurosifilis ,dan
kardiovaskular sifilis. Tanpa pengobatan, ketiga dari orang yang terinfeksi
berkembang ke penyakit tersier. Orang dengan sifilis tersier adalah bukan
penular. Sifilis gummatous biasanya terjadi 1 hingga 46 tahun setelah infeksi
awal, dengan rata-rata 15 tahun. Fase ini ditandai oleh pembentukan gumma kronik, yang
lembut,mirip peradangan bola tumor yang bisa bermacam-macam dan sangat
signifikan bentuknya gumma umumnya mempengaruhi kulit, tulang, dan liver,
tetapi bisa terjadi dimanapun. Neurosifilis merujuk
pada infeksi yang melibatkansistem saraf pusat yang bisa terjadi dini,
menjadi tak bergajala atau dalam bentuk dari meningitis sifilistik yang berhubungan dengan
keseimbangan yang lemah dan nyeri kilat pada ekstrimitas lebih rendah. Akhir
neurosifilis umumnya terjadi 4 hingga 25 tahun setelah infeksi awal. Siflis
meningovaskular umumnya muncul dengan apati dan sawan, serta telah umum dengan
demensia dan dorsalis. Juga di sana mungkin terdapat pupil Argyll Robertson,
tempat pupil kecil bilateral menyempit ketika orang fokus pada objek dekat,
tapi tidak menyempit ketika terkena cahaya terang. Sifilis kardiovaskular
biasanya terjadi 10-30 tahun setelah infeksi awal. Komplikasi yang paling umum
adalah syphilitic aortitis, yang dapat mengakibatkan pembentukan aneurisme.
2.3 Etiologi Sifilis
Treponema pallidum merupakan spesies Treponema dari famili Spirochaeta, ordo Spirochaetales.
Treponema
pallidum berbentuk spiral, Gram negatif dengan panjang kisaran 11 µm dengan
diameter antara 0,09 – 0,18 µm. Terdapat dua lapisan, sitoplasma merupakan
lapisan dalam mengandung mesosom, vakuol ribosom dan bahan nukleoid, lapisan
luar yaitu bahan mukoid.
2.4 Cara penularan sifilis
Sifilis
merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh spirochaete, Treponema pallidum
(T. pallidum) dan merupakan salah satu bentuk
infeksi menular seksual.
Selain
sifilis, terdapat tiga jenis infeksi lain pada manusia yang disebabkan oleh
treponema, yaitu: non venereal endemic syphilis (telah eradikasi), frambusia
(T.pertenue), dan pinta (T. careteum di Amerika Selatan). Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi
dua: yaitu sifilis kongenital(ditularkan dari ibu ke janin selama dalam
kandungan)dan sifilis yang didapat / acquired (ditularkan melalui hubungan seks
atau jarum suntik dan produk darah yang tercemar).
Treponema
palidum masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang mengalami
abrasi, menuju kelenjar limfe,kemudian masuk ke dalam pembuluh darah, dan
diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah beredar beberapa jam, infeksi menjadi
sistemik walaupun tanda-tanda klinis dan serolois belum jelas. Kisaran satu
minggu setelah terinfeksi Treponema palidum, ditempat masuk timbul lesi primer
berupa ulkus. Ulkus akan muncul selama satu hingga lima minggu, kemudian
menghilang.
Uji
serologis masih akan negatif ketika ulkus pertama kali muncul dan baru akan
reaktif setelah satu sampai empat minggu berikutnya. Enam minggu kemudian,
timbul erupsi seluruh tubuh pada sebagian kasus sifilis sekunder. Ruam ini akan
hilang kisaran dua sampai enam minggu, karena terjadi penyembuhan spontan.
Perjalanan penyakit menuju ke tingkat laten, dimana tidak ditemukan tanda-tanda
klinis, kecuali hasil pemeriksaan serologis yang reaktif. Masa laten dapat
berlangsung bertahun-tahun atau seumur hidup.
2.5 Diagnosis Sifilis
Secara garis besar uji diagnostik
sifilis terbagi menjadi tiga kategori berdasar biologi molekuler. Untuk
menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap (dark field)
merupakan metode paling spesifik dan sensitif untuk memastikan diagnosis
sifilis primer adalah menemukan treponema dengan gambaran karakteristik yang
terlihat pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dari cairan yang diambil
pada permukaan chancre. Ruam sifilis primer dibersihkan dengan larutan NaCl
fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar atau dalam lesi dengan cara
menekan lesi sehingga serum akan keluar. Kemudian diperiksa dengan mikroskop
lapangan gelap menggunakan minyak emersi. Treponema pallidum berbentuk ramping,
gerakan aktif.
Uji serologis sifilis pada sifilis
meliputi Uji serologis non treponema seperti pemeriksaan Rapid Plasma Reagen
(RPR), pemeriksaan Venereal Disease
Research Laboratory (VDRL), dan pemeriksaan Automated Reagin Test (ART),
ketiganya merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi ”reagin” terhadap antibodi
dimana antigennya disebut cardiolipin. Antibodi cardiolipin dapat dideteksi
pada serum pasien dengan sifilis aktif dan dibeberapa kondisi lain. Namun, pada
beberapa individu yang memiliki riwayat sifilis dengan kesuksesan terapi
mempertahankan kadar antibodi cardiopilin rendah untuk waktu yang lama, dengan
demikian individu tersebut tergolong ”serofast”.
Uji serologis non treponema berfungsi untuk
mengidentifikasi sifilis kasus baru, untuk memantau progresifitas dari sifilis,
dan memantau respon dari terapi antibiotik.
Uji serologis treponema meliputi Enzym Immunioassay
(EIA), Chemiluminescence Immunoassay (CIA), Flurescent Treponema Antibody
”Absorbed” Assay (FTA-ABS), Treponema Palidum Particle Agglutination Assay
(TP-PA) dan Treponema Palidum Hemaglinination Assay (MHA-TPA). Uji serologis
treponema adalah pemeriksaan terhadap antigen antibodi yang spesifik terhadap
treponema. Digunakan untuk identifikasi sifilis dan monitoring terhadap terapi
antibiotik.
Uji serologik Anti-T.Palidum IgM antibodi spesifik
seperti EIA atau IgM, 19SIgM-FTA-abs test, IgM-immunoblot untuk T.Palidum.
Sensivitas dari uji tersebut rendah pada sifilis aktif IgM tidak efektif dalam
mengetahui stadium dari sifilis maupun montitoring terapi. Uji serologis
tersebut digunakan pada penilaian sifilis pada bayi baru lahir dan CSF.
Many rapid Point of Care (POC) digunakan untuk
mendeteksi antigen treponemal pada individu dengan riwayatsifilis 20 tahun sebelumnya. Namun uji serologis ini
tidak untuk mendeteksi antibodi cardiopilin (pada pasien dengan sifilis aktif)
2.6 Epidemiologi Penyakit Sifilis
2.6.1 Frekuensi dan Distribusi Sifilis
Dikutip dari CDC atau Center of Dissease Control and
Prevention Amerika bahwa tren sifilis di negara tersebut cenderung mengalami
kenaikan dengan prosentase dengan jenis kelamin serta kebiasaan seksual. Selama
2016–2017, jumlah kasus meningkat 8,6% di antara LSL, 17,8% (12.000 kasus) di
antara MSW, dan 24,9% (3.600 kasus) di antara wanita pada akhir 2017. Pada
negara tersebut pola persebaran penyakit berdasarkan usia terlihat dengan
diagram sebagai berikut:
Dengan demikian pada negara amerika dapat kita ambil kesimpulan bahwa penyakit tersebut lebih banyak dilaporkan pada Lelaki usia 25-29 tahun dengan IR (Insident Rate) sebesar 51,9% dan pada perempuan usia 20-24 dengan IR sebesar 7,8% pada 100.000 populasi (penduduk)
STBP 2011 di Indonesia juga melaporkan prevalensi sifilis masih cukup tinggi. Pada populasi waria, prevalensi sifilis sebesar 25%, WPSL (wanita penjaja seks langsung) 10%, LSL (lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki) 9%, warga binaan lembaga pemasyarakatan 5%, pria berisiko tinggi 4%, WPSTL (wanita penjaja seks tidak langsung) 3% dan penasun (pengguna narkoba suntik) 3%. Jika dibandingkan dengan laporan STBP tahun 2007, prevalensi sifilis pada populasi waria tetap tinggi. Pada populasi LSL dan penasun, prevalensi sifilis bahkan meningkat 3 kali lipat (gambar 1). Hal-hal tersebut di atas menunjukkan bahwa penggunaan kondom masih sangat rendah dan praktik tatalaksana IMS di Puskesmas di berbagai daerah di Indonesia masih perlu diperkuat. Jika tidak diperkuat, prevalensi sifilis pada berbagai populasi kunci akan terus meningkat, dan risiko penularan HIV juga makin meningkat. Berikut diagram yang dilansir oleh Kementrian Kesehatan tahun 2013:
2.6.2 Faktor Resiko Sifilis
Faktor resiko yang
mempengaruhi terjangkit penyakit sifilis ialah:
1.
Berhubungan Seks tanpa Pengaman (Kondom)
2.
Berganti-ganti pasangan seks
3.
Pria yang berhubungan dengan sesama jenis
4.
Menggunakan NAPZA jenis Suntik
5.
ODHA atau orang dengan HIV/AIDS
2.6.3 Pencegahan Sifilis
Tidak ada vaksin yang efektif untuk
pencegahan. Berpantang dari kontak fisik intim dengan orang yang terinfeksi
secara efektif mengurangi penularan sifilis, seperti penggunaan yang tepat
dari kondom lateks. Namun,
penggunaan kondom, tidak sepenuhnya menghilangkan risiko. Oleh karena
itu, Centers for Disease Control and
Prevention merekomendasikan hubungan jangka panjang dengan satu
pasangan yang tidak terinfeksi dan menghindari zat seperti alkohol dan zat terlarang lainnya yang
dapat meningkatkan risiko perilaku seksual. Sifilis bawaan pada bayi dapat
dicegah dengan penapisan ibu selama awal kehamilan dan mengobati mereka yang
terinfeksi. United States
Preventive Services Task Force (USPSTF) sangat merekomendasikan
penapisan universal pada semua wanita hamil, sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia menyarankan
agar semua wanita dites pada kunjungan pertama antenatal dan sekali lagi
pada trimester ketiga. Jika mereka
positif, mereka menganjurkan agar pasangan mereka juga dirawat. Meskipun
demikian, sifilis bawaan masih banyak terjadi di negara berkembang, karena
banyak wanita yang sama sekali belum menerima perawatan antenatal, dan
bahkan perawatan lain sebelum melahirkan yang diterima tidak termasuk
penapisan, dan ini terkadang masih terjadi di negara maju, karena mereka yang
kemungkinan besar tertular sifilis (melalui penggunaan obat-obatan terlarang,
dll.) adalah yang paling sedikit menerima perawatan selama kehamilan. Beberapa
langkah untuk meningkatkan akses ke tes tampaknya efektif untuk mengurangi
tingkat sifilis bawaan di negara berpendapatan rendah sampai menengah. Sifilis
adalah penyakit yang
harus dilaporkan di beberapa negara, termasuk di Kanada Uni
Eropa , dan Amerika Serikat. Ini berarti penyedia layanan kesehatan diwajibkan
untuk memberitahukan kepada otoritas Kesehatan Masyarakat, yang
idealnya nanti akan memberikan pemberitahuan pasangan kepada
pasangan pasien. Dokter juga dapat mendorong pasien untuk mengirim pasangan
pasien untuk mencari perawatan kesehatan. CDC merekomendasikan laki-laki yang
aktif secara seksual yang melakukan hubungan seks dengan laki-laki dites
sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
Cara yang lain ialah melakukan
penyuluhan perilaku seksual yang aman yaitu:
Cara ABCD
A = Abstinence (tidak melakukan hubungan
seksual untuk sementara waktu)
B = Be faithful (setia pada pasangan)
C = Condom (gunakan kondom bila tidak mau melaksanakan
A dan B, termasuk menggunakan kondom sebelum IMS yang dideritanya sembuh)
D = no Drugs Tidak menggunakan obat
psikotropik atau zat adiktif lainnya.
0 Comments