Pengertian Epidemiologi Kesehatan Reproduksi
Epidemiologi berasal dari bahasa yunani, yaitu epi yang artinya pada, demos yang artinya penduduk dan logos yang artinya ilmu. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hal-hal yang terjadi pada masyarakat. Berikut pengertian epidemiologi dari beberapa ahli :- Menurut Mausner dan Kramer epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan dari penyakit dan kecelakaan pada populasi manusia.
- Menurut Omran epidemiologi adalah suatu studi mengenai terjadinya didtribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga determinannya dan akibat-akibat yang terjadi pada kelompok penduduk
- Menurut Mac Mahon dan Pugh epidemiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari penyebaran penyakit dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit pada manusia.
- Menurut W.H. Frost epideniologi adalah suatu ilmu yang mempelajari timbulnya, distribusi dan jenis penyakit pada manusia menurut waktu dan tempat.
- Menurut Azrul Azwar epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan.
Istilah reproduksi berasal dari kata re yang berarti
kembali, kata produksi yang artinya membuat atau menghasilkan sehingga istilah
reproduksi mempunyai arti suatu proses dalam kehidupan manusia dalam
menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan yang disebut organ
reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia.arti
kesehatan reproduksi adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sisten, fungsi,
dan proses reproduksi yang dimiliki oleh seseorang. Pengertian sehat disini
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, namun juga sehat secara
mental dan sosial-kultural.
Proses reproduksi merupakan proses melanjutkan
keturunan yang menjadi tanggung jawab bersama baik laki-laki maupun perempuan.
Oleh karena itu baik laki-laki maupun perempuan harus mengetahui dan mengerti
mengenai berbagai aspek kesehatan reproduksi. Kesalahan yang sering terjadi
adalah persoalan reproduksi lebih banyak menjadi tanggung jawab perempuan.
Gangguan kesehatan reproduksi lebih sering terjadi pada wanita misalnya anemia.
Perempuan yang anemia berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan rendah. Disamping
itu, anemia dapat menyebabkan kematian ibu maupun bayi pada saat proses
persalinan. Karena itu untuk memastikan bahwa ibu tidak mengidap anemia, perlu
dianjurkan untuk memeriksakan diri pada petugas medis. Jika ternyata mengidap
anemia, maka perlu untuk mengkonsumsi makanan yag bergizi dan suplemen besi
sesuai yang dianjurkan, dan peranlaki-laki harus mendukung keadaan tersebut
dengan memahami dan turut aktif mencegahnya.
Meskipun kesehatan reproduksi mendapat perhatian
khusus namun angka kematian ibu (AKI) menurut SDKI 2012 mencapai 359 per 100
ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI
2007 yang encapai 228 per 100 ribu. Sedangkan angka kematian bayi menurut SDKI
2012 mencapai 32 per 1000. Hal ini disebabkan karena kurang berhasilnya program
pemerintah seperti jaminan persalinan (jampersal). Selain itu, sejak otonomi
daerah dukungan pemerintah daerah pada program KB memang jauh menurun. Penyebab
kematian ibu tidak saja melahirkan tetapi juga karena AIDS. Rendahnya pemenuhan
hak-hak reproduksi ditandai dengan adanya kekerasan dan rumah tangga dikalangan
anak,remaja dan perempuan.
Koordinasi ditingkat pelaksana belum seperti yang
diharapkan, karena setiap sektor/institusi terkait mempunyai indikator
masing-masing. Jumlah indikator cukup banyak tapi tingkat pencapainnya
berbeda-beda. Estiasi prevalensi HIV/AIDS 150 orang yang 70% nya adalah usia
produktif. Pada wilayah tertentu, prevalensi dimasyarakat mencapai 5%. Untuk
menyikapi asalah tersebut diperlukan peran epidemiologi dalam upaya pemograman
pelayanan epidemiologi kesehatan reproduksi.
Epidemiologi kesehatan reproduksi adalah ilmu yang mempelajari distribusi, frekuensi, determinan penyakit atau masalah kesehatan reproduksi pada populasi atau kelompok.
Distribusi dalam kesehatan reproduksi adalah
memahami kejadian yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi,
epidemiologi menggambarkan kejadian menurut karakter orang, tempat dan waktu. Misalnya, persainan dengan dukun lebih tinggi di
desa (60%) dibanding di kota (40%) atau angka kejadian penyakit HIV lebih
tinggi terjadi di Provinsi Papua. Karakter waktu meliputi detik, menit, jam,
hari, buan, tahun dsb. Misalnya setiap tahunnya komplikasi persalinan
menyebbkan 200.000 kematian disunia atau setiap jam terdapat 5 kematian ibu akibat persalinan di
Indonesia.
Frekuensi dalam kesehatan reproduksi adalah upaya
mengidentifikasi kejadian atau mengukur besarnya masalah. Misalnya persalinan
dengan dukun 60%, K1 mencapai 87% dan K4 mencapai 70%. Determinan dalam
kesehatan reproduksi adalah mencari faktor penyebab atau yang mempengaruhi
suatu kejadian atau faktor yang memberikan resiko.misalnya penyebab terjadinya
penyakit hemoragi post partum adalah anemia pada ibu.
Konsep Dasar Epidemiokogi Kespro
Epidemiologi Perinatal
Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa faktor
penyebab kematian perinatal adalah
Orang
- Faktor ibu:
- Usia : kehamilan dengan usia 35 tahun lebih beresiko daripada usia 20-35 tahun
- Pendidikan : ibu dengan jenjang pendidikan rendah lebih beresiko dari ibu dengan pendidikan tinggi karena berhubungan dengan pengetahuan ibu
- Paritas : ibu yang melahirkan >4 kali lebih beresiko daripada ibu yang melahirkan dengan jumlah kelahiran optimal (2-4 kali)
- Jarak kelahiran : jarak kelahiran 4 lebih beresiko
- Riwayat komplikasi : ibu yang mempunyai riwayat komplikasi lebih beresiko daripada ibu yang ketika melahirkan tidak disertai komplikasi
- Riwayat penyakit : ibu yang mempunyai riwayat penyakit akan beresiko melahirkan bayi prenata daripada ibu yang tidak mempunyai riwayat penyakit. Misalnya riwayat penyakit hipertensi,dll
- Keterlibatan dalam sektor pekerjaan : ibu yang pada saat mengalami kehamilan terlibat dalam sektor pekerjaan berat lebih besar daripada ibu yang tidak terlibat dalam sektor pekerjaan berat
- ANC tidak lengkap
Pemanfaatan pelayanan antenatal yang tidak lengkap yakni minimal 4 kali selama kehamilan, meliputi sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga mempunyai risiko mengalami kematian perinatal dibandingkan dengan kehamilan yang memanfaatkan pelayanan antenatal lengkap
- Faktor bayi
- Bayi yang lahir dari kehamilan yang bersifat high risk
- Berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau lebih dari 4000 gram
- Bayi yang dilahirkan kurang dari 37 minggu atau lebih dari 42 minggu
- Bayi yang mengalami asfiksi
Tempat
Angka
kematian perinatal menjadi penyumbang terbesar tingginya angka kematian bayi.
Angka Kematian Perinatal tertinggi dunia terdapat di Afrika yakni 56 per 1000
kelahiran hidup disusul Asia di urutan kedua sebesar 47 per 1000 kelahiran
hidup. kematian perinatal di dunia, 98% diantaranya terjadi di negara – negara
berpendapatan rendah hingga sedang (WHO, 2011).
Menurut
WHO jumlah kematian ibu sekitar 500.000 persalinan hidup, sedangkan jumlah
kematian perinatal sebesar 10.000 orang. Dari jumlah kematian ibu dan perinatal
tersebut, sebagian besar terjadi di negara berkembang karena kekurangan
fasilitas, terlambatnya pertolongan persalinan dan pendidikan masyarakat yang
tergolong rendah. Pada kenyataannya pertolongan persalinan oleh dukun bayi
merupakan pertolongan yang masih diminati oleh masyarakat (Manuaba, 2008).
Perbedaan
tingkat kematian perinatal antara daerah perdesaan dan perkotaan dapat dilihat
menurut karakteritik sosio ekonomi wanita yang mencerminkan perilaku seorang
ibu meliputi cara hidup sehat dan konsumsi gizi. Wanita hamil yang kekurangan
gizi akan cenderung untuk mengalami anemia yang berdampak pada kelahiran bayi
dengan berat badan lahir rendah yang sangat rentan terhadap penyakit yang dapat
berdampak pada kematian. Wanita yang sosial ekonominya rendah tidak dapat
memenuhi kebutuhannya sehari – hari karena keterbatasan ekonomi sehingga
kebutuhan gizi wanita tersebut tidak tercukupi, hal ini akan berdampak pada
kehamilan.
Menurut
survey kesehatan demografi pada tahun 2012 didapatkan bahwa angka kematian
perinatal tertinggi terdapat di Papua Barat, kedua Sulawesi Tengah, ketiga
Maluku Utara, dan terendah terdapat di Bali dan Riau dengan jumlah yang sama
yaitu 15 kematian.
Waktu
Menurut
CDC trend angka kematian perinatal di Indonesia menunjukkan kenaikan, dapat
dilihat bahwa pada tahun 2012 ada 24 kematian perinatal, tahun 2007 mengalami
kenaikan lagi yaitu sebesar 25 kematian perinatat, dan pada tahun 2012 naik
lagi menjadi 26 kematian perinatal. (CDC)
Kematian Bayi di Indonesia tahun 2011 yakni sebesar 24,8
kematian per 1000 kelahiran hidup, sedangkan tahun 2012 meningkat sebesar 34
per 1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2012). Angka Kematian Perinatal di
Indonesia berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Jahja (2009) dengan
menunjukkan bahwa kematian perinatal di Indonesia yakni 304 dari 17.409
kelahiran (AKP=17,5 per 1000 KH).
Epidemiologi Maternal
Menurut WHO,
setiap tahun kurang lebih terdapat 210 juta wanita hamil di seluruh dunia.
Lebih dari 20juta wanita mengalami kesakitan akibat dari kehamilannya, beberapa
diantaranya bersifat menetap. Kehidupan 8 juta wanita di seluruh dunia menjadi
terancam dan setiap tahun diperkirakan terdapat 529.000 wanita meninggal sebagai
akibat komplikasi yang timbul karena kehamilan dan persalinan, dimana sebagian
besar 19 dari kematian ini sebenarnya dapat dicegah. Angka kematian maternal di
seluruh dunia diperkirakan sebesar 400 per 100.000 KH dan 98% terjadi di negara
– negara berkembang. Kematian maternal ini hampir 95% terjadi di Afrika
(251.000 kematian maternal) dan Asia (253.000 kematian maternal) dan hanya 4%
(22.000 kematian maternal) terjadi di Amerika Latin dan Karibia, serta kurang
dari 1% (2500 kematian maternal) terjadi di negara – negara yang lebih maju. Angka
kematian maternal tertinggi di Afrika (830 kematian maternal per 100.000 KH),
diikuti oleh Asia (330), Oceania (240), Amerika Latin dan Karibia (190).
Angka kematian
maternal di negara maju telah dapat diturunkan sejak tahun 1940– an. Angka
kematian maternal di negara – negara maju menurut estimasi WHO tahun 2000 yaitu
20 per 100.000 KH. Penurunan angka kematian maternal yang signifikan di negara
– negara maju berkaitan dengan adanya kemajuan di bidang perawatan kesehatan maternal,
termasuk di dalamnya adalah kemajuan dalam pengendalian sepsis, tersedianya transfusi
darah, antibiotika, akses terhadap tindakan seksio sesaria dan tindakan aborsi yang
aman. Angka kematian maternal di negara berkembang 20 kali lebih tinggi yaitu
440 per 100.000 KH dan di beberapa tempat dapat mencapai 1000 per 100.000 KH. Di
wilayah Asia Tenggara diperkirakan terdapat 240.000 kematian maternal setiap tahunnya,
sehingga diperoleh angka kematian maternal sebesar 210 per 100.000 KH. Angka
kematian maternal ini merupakan ukuran yang mencerminkan risiko obstetrik yang
dihadapi oleh seorang wanita setiap kali wanita tersebut menjadi hamil. Risiko
ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah kehamilan yang
dialami. Tingginya angka kematian maternal di negara berkembang sebagian besar
berkaitandengan masalah politik dan sosial, khususnya masalah kemiskinan dan
status wanita. 20 Sebagian besar kematian maternal terjadi di rumah, yang jauh
dari jangkauan fasilitas kesehatan. Menurut data SKRT 2001, proporsi kematian
maternal terhadap kematian usia reproduksi (15 – 49 tahun) di pedesaan hampir
tiga kali lebih besar daripada diperkotaan. Angka kematian maternal di
Indonesia masih cukup tinggi. Menurut hasil SKRT tahun 1992 angka kematian ibu
(AKI) di Indonesia 425 per 100.000 KH dan menurun menjadi 373 per 100.000 KH
pada SKRT tahun 1995, sedangkan pada SKRT yang dilakukan pada tahun 2001, angka
kematian maternal kembali mengalami peningkatan menjadi sebesar 396 per 100.000
KH. Dari SDKI 2002 / 2003 angka kematian maternal menunjukkan angka sebesar 307
per 100.000 KH. Bila dibandingkan dengan negara – negara anggota Asean seperti
Brunei Darussalam (angka kematian maternal menurut estimasi WHO tahun 2000 : 37
per 100.000 KH dan Malaysia : 41 per 100.000 KH) maka angka kematian maternal
di Indonesia masih sangat tinggi.
Menurut WHO,
kurang lebih 80% kematian maternal merupakan akibat langsung dari komplikasi
langsung selama kehamilan, persalinan dan masa nifas dan 20% kematian maternal
terjadi akibat penyebab tidak langsung. Perdarahan, terutama perdarahan post
partum, dengan onset yang tiba – tiba dan tidak dapat diprediksi sebelumnya,
akan membahayakan nyawa ibu, terutama bila ibu tersebut menderita anemia. Pada
umumnya, 25% kematian maternal terjadi akibat perdarahan hebat, sebagian besar
terjadi saat post partum. Sepsis / infeksi memberikan kontribusi 15% terhadap
kematian maternal, yang pada umumnya merupakan akibat dari rendahnya higiene
saat proses persalinan atau akibat penyakit menular seksual yang tidak diobati sebelumnya.
Infeksi dapat dicegah secara efektif dengan melakukan asuhan persalinan yang
bersih dan deteksi serta manajemen penyakit menular selama kehamilan. Perawatan
postpartum secara sistematik akan menjamin deteksi penyakit infeksi secara
cepat dan dapat memberikan manajemen antibiotika secara tepat. Hipertensi
selama kehamilan, khususnya eklamsia memberikan kontribusi 12% terhadap
kematian maternal. Kematian ini dapat dicegah dengan melakukan monitoring
selama kehamilan dan dengan pemberian terapi antikonvulsan, seperti magnesium
sulfat. Abortus tidak aman (unsafe abortion) memberikan
kontribusi 13% terhadap kematian maternal, hal ini berkaitan dengan komplikasi
yang ditimbulkan, berupa sepsis, perdarahan, perlukaan uterus dan keracunan
obat – obatan. Di beberapa belahan dunia, sepertiga atau lebih kematian maternal
berhubungan dengan abortus tidak aman. Kematian ini dapat dicegah apabila para
ibu memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan keluarga berencana, dan apabila
abortus tidak dilarang secara hukum, maka abortus dapat dilakukan dengan pemberian
pelayanan abortus secara aman. Partus lama atau partus macet menyebabkan kurang
lebih 8% kematian maternal. Keadaan ini sering merupakan akibat dari disproporsi
sefalopelvik (bila kepala janin tidak dapat melewati pelvis ibu) atau akibat letak
abnormal (bila janin tidak dalam posisi yang benar untuk dapat melalui jalan
lahir ibu). Penyebab tidak langsung dari kematian maternal memberikan
kontribusi sebesar 20% terhadap kematian maternal. Penyebab tidak langsung dari
kematian maternal ini terjadi akibat penyakit ibu yang telah diderita
sebelumnya atau diperberat dengan keadaan kehamilan atau penanganannya. Contoh
penyebab kematian maternal tidak langsung adalah anemia, infeksi hepatitis,
malaria, tuberkulosis, penyakit jantung dan infeksi HIV/AIDS.
Penyebab
langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya dengan negara lain adalah
perdarahan, infeksi dan eklamsia. Ke dalam perdarahan dan infeksi sebagai
penyebab kematian, tercakup pula kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama.
Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan,
misalnya penyakit jantung dan infeksi kronis.
Keadaan ibu pra
– hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya. Penyebab tidak langsung
kematian maternal ini antara lain adalah anemia, kurang energi kronis (KEK) dan
keadaan “4 terlalu” (terlalu muda / tua, terlalu sering dan terlalu banyak).
Faktor yang Mempengaruhi Kematian Maternal
Depkes RI
membagi faktor – faktor yang mempengaruhi kematian maternal sebagai berikut
Faktor medik
- Faktor empat terlalu, yaitu :
- Usia ibu pada waktu hamil terlalu muda (kurang dari 20 tahun)
- Usia ibu pada waktu hamil terlalu tua (lebih dari 35 tahun)
- Jumlah anak terlalu banyak (lebih dari 4 orang)
- Jarak antar kehamilan terlalu dekat (kurang dari 2 tahun)
- Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas yang merupakan penyebab langsung kematian maternal, yaitu
- Perdarahan pervaginam, khususnya pada kehamilan trimester ketiga, persalinandan pasca persalinan
- Infeksi
- Keracunan kehamilan
- Komplikasi akibat partus lama
- Trauma Persalinan
- Beberapa keadaan dan gangguan yang memperburuk derajat kesehatan ibu selama hamil, antara lain:
- Kekurangan gizi dan anemia
- Bekerja (fisik) berat selama kehamilan
Faktor non medik
Faktor non medik
yang berkaitan dengan ibu, dan menghambat upaya penurunan kesakitan dan
kematian maternal adalah :
- Kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal
- Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko tinggi
- Ketidak – berdayaan sebagian besar ibu hamil di pedesaan dalam pengambilan keputusan untuk dirujuk
- Ketidakmampuan sebagian ibu hamil untuk membayar biaya transport dan perawatan di rumah sakit
Faktor Pelayanan Kesehatan
Faktor pelayanan kesehatan yang belum mendukung upaya penurunan kesakitan dan kematian maternal antara lain berkaitan dengan cakupan pelayanan KIA, yaitu :
- Belum mantapnya jangkauan pelayanan KIA dan penanganan kelompok berisiko
- Masih rendahnya (kurang lebih 30%) cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
- Masih seringnya (70 – 80%) pertolongan persalinan yang dilakukan di rumah, oleh dukun bayi yang tidak mengetahui tanda – tanda bahaya
- Belum semua kabupaten memberikan prioritas yang memadai untuk program KIA
- Kurangnya komunikasi dan koordinasi antara Dinkes Kabupaten, Rumah Sakit Kabupaten dan Puskesmas dalam upaya kesehatan ibu
- Belum mantapnya mekanisme rujukan dari Puskesmas ke Rumah Sakit Kabupaten atau sebaliknya
- Belum diterapkannya prosedur tetap penanganan kasus gawat darurat kebidanan secara konsisten
- Kurangnya pengalaman bidan di desa yang baru ditempatkan di Puskesmas dan bidan praktik swasta untuk ikut aktif dalam jaringan sistem rujukan saat ini
- Terbatasnya ketrampilan dokter puskesmas dalam menangani kegawatdaruratan kebidanan
- Kurangnya upaya alih teknologi tepat (yang sesuai dengan permasalahan setempat) dari dokter spesialis RS Kabupaten kepada dokter/bidan puskesmas
Semakin banyak
ditemukan faktor risiko pada seorang ibu hamil, maka semakin tinggi risiko kehamilannya.
Tingginya angka kematian maternal di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh
timbulnya penyulit persalinan yang tidak dapat segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan yang lebih mampu. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat
menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi.
McCarthy
dan Maine (1992) mengemukakan adanya 3 faktor yang berpengaruh terhadap proses
terjadinya kematian maternal. Proses yang paling dekat terhadap kejadian
kematian maternal (determinan dekat) yaitu kehamilan itu sendiri dan komplikasi
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (komplikasi obstetri). Determinan
dekat secara langsung dipengaruhi oleh determinan antara yaitu status kesehatan
ibu, status reproduksi, akses ke pelayanan kesehatan, perilaku perawatan kesehatan
/ penggunaan pelayanan kesehatan dan faktor – faktor lain yang tidak diketahui
atau tidak terduga. Di lain pihak, terdapat juga determinan jauh yang akan
mempengaruhi kejadian kematian maternal melalui pengaruhnya terhadap determinan
antara, yang meliputi faktor sosio – kultural dan faktor ekonomi, seperti
status wanita dalam keluarga dan masyarakat, status keluarga dalam masyarakat dan status
masyarakat.
Epidemiologi anak
Anak balita adalah anak yang telah
menginjak usia satu tahun atau lebih populer dengan pengertian anak dibawah
lima tahun (Muaris.H, 2006) atau biasa digunakan perhitungan bulan yaitu usia
12-59 bulan. Para ahli menggolongkan usia balita sebagai tahapan perkembangan
anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan penyakit, termasuk penyakit
yang disebabkan oleh kekurangan dan atau kelebihan auspan nutrisi jenis
tertentu. Setiap tahun lebih dari sepertiga kematian anak disebabkan oleh
maslah kurang gizi.
Status gizi anak balita diukur
berdasarkan umur, berat badan, tinggi badan. Berat badan anak balita ditimbang
menggunakan timbangan digital yang memiliki presisi 0,1kg, panjang atau tinggi
badan diukur menggunakan alat ukur panjang / tinggi badan memiliki presisi 0,1
cm. Variabel BB dan TB anak balita disajikan dalam bentuk tiga indeks
antropometri, yaitu BB/U, TB/U, dan BB/TB.
Berdasarkan riskesdas 2013,
kecenderungan prevalensi status gizi anak balita menurut ketiga indeks BB/U,
TB/U, dan BB/TB , terilhat gizi buruk dan gizi kurang meningkat dari 2007 ke
2013. Prevalensi sangat pendek turun 0,8% tahun 2007, tetapi prevalensi pendek
naik 1,2% tahun 2007. Prevalensi sangat kurus turun 0,9% tahun 2007. Prevalensi
kurus turun 0,6% tahun 2007. Prevalensi gemuk turun 2,1% dari tahun 2010 dan
0,3% dari tahun 2007.
Angka Mordibitas dan Mortalitas pada Masalah Kespro
Mordibitas dan Mortalitas IMR
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah
penduduk yang meninggal sebelum usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000
kelahiran hidup pada tahun yang sama. Usia bayi merupakan kondisi yang rentan
baik terhadap kesakitan maupun kematian. AKB merupakan indikator yang sangat
penting untuk mengetahui gambaran tingkat permasalahan kesehatan masyarakat.
Upaya menurunkan Angka Kematian Bayi dan Balita tidak dapat dipisahkan dengan
upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu, perbaikan gizi, pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular, pelayanan rujukan serta dukungan lintas sektor,
organisasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat.
1. Angka Kesakitan Bayi
Angka kesakitan bayi (Morbiditas)
adalah perbandingan antara jumlah penduduk karena penyakit tertentu dengan
jumlah penduduk pada pertengahan tahun, dan dinyatakan dalam per 1000 penduduk.
Kegunaan dari mengetahui angka kesakitan ini adalah sebagai indikator yang
digunakan untuk menggambarkan pola penyakit tertentu yang terjadi di
masyarakat. Angka kesakitan bayi adalah perbandingan antara jumlah penyakit
tertentu yang ditemukan di suatu wilayah tertentu pada kurun waktu satu tahun
dengan jumlah kasus penyakit bayi tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada
kurun waktu yang sama dikali seratus persen.
2. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka kematian (Mortalitas)
digunakan untuk menggambarkan pola penyakit yang terjadi di masyarakat.
Kegunaan dari mengetahui angka kematian ini adalah sebagai indikator yang
digunakan sebagai ukuran derajat kesehatan untuk melihat status kesehatann
penduduk dan keberhasilan pelayanan kesehatan dan upaya pengobatan yang
dilakukan. Sementara itu, yang dimaksud dengan angka kematian bayi adalah
kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia
tepat satu tahun. Jadi, Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya
kematian bayi berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu
tahun tertentu. Secara garis besar, adapula yang membagi kematian bayi menjadi
dua, berdasarkan penyebabnya yaitu :
Departemen Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun terdapat 401 bayi baru lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya genap 1 tahun. Data bersumber dari survei terakhir pemerintah, yaitu dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI). Selaras dengan target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Depkes telah mematok target penurunan AKB di Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiran hidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada 2015.
Berdasarkan survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI tahun 1991, yaitu sebesar 390 per 100.000 angka kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun meskipun tidak terlalu signifikan. Target global MDGs (Millenium Develpoment Goals) ke-5 adalah menurunkan angka kematian ibu ( AKI ) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Mengacu dari kondisi saat ini, potensi untuk mencapai target MDGs ke-5 untuk menurunkan AKI adalah off track artinya diperlukan kerja keras dan sungguh-sungguh untuk mencapainya.
AKI menggambarkan resiko yang dihadapi oleh ibu selama kehamilan, melahirkan dan pasca persalinan. Komplikasi yang dihadapi pada saat-saat tersebut merupakan penyebab utama kematian ibu (15-49 tahun). Komplikasi obstetri yang paling sering terjadi dan mengakibatkan kematian (90%) adalah perdarahan, infeksi, dan eklampsia. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKI diantaranya adalah keadaan sosial ekonomi, status kesehatan ibu selama masa kehamilan serta ketersediaan dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan perinatal dan obstetrik.
- Kematian Neonatal atau disebut juga kematian bayi endogen adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan. Kematian bayi neonatal atau bayi baru lahir ini umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
- Kematian post-natal atau disebut dengan kematian bayi endogen adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia 1 tshun ysng disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan.
Departemen Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun terdapat 401 bayi baru lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya genap 1 tahun. Data bersumber dari survei terakhir pemerintah, yaitu dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI). Selaras dengan target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Depkes telah mematok target penurunan AKB di Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiran hidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada 2015.
Morbiditas dan Moratalitas MMR
Kematian menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/ cedera.Berdasarkan survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI tahun 1991, yaitu sebesar 390 per 100.000 angka kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun meskipun tidak terlalu signifikan. Target global MDGs (Millenium Develpoment Goals) ke-5 adalah menurunkan angka kematian ibu ( AKI ) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Mengacu dari kondisi saat ini, potensi untuk mencapai target MDGs ke-5 untuk menurunkan AKI adalah off track artinya diperlukan kerja keras dan sungguh-sungguh untuk mencapainya.
AKI menggambarkan resiko yang dihadapi oleh ibu selama kehamilan, melahirkan dan pasca persalinan. Komplikasi yang dihadapi pada saat-saat tersebut merupakan penyebab utama kematian ibu (15-49 tahun). Komplikasi obstetri yang paling sering terjadi dan mengakibatkan kematian (90%) adalah perdarahan, infeksi, dan eklampsia. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKI diantaranya adalah keadaan sosial ekonomi, status kesehatan ibu selama masa kehamilan serta ketersediaan dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan perinatal dan obstetrik.
Mordibitas dan Mortalitas CMR
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah penduduk yang meninggal sebelum usia 5 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi, air bersih, dan infeksi penyakit.- Angka Kesakitan dan Kematian Balita
- Angka Kesakitan Balita, Angka kesakitan balita berkaitan dengan kesakitan oleh karena adanya penyakit akut, penyakit kronik, atau kecacatan pada masa balita. Angka kesakitan balita adalah perbandingan antara jumlah kasus penyakit balita tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu 1 tahun dengan jumlah kasus penyakit tertentu yang ditemukan di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama dikalikan seratus persen.
- Angka Kematian Balita, Angka kematian balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi 0-4 tahun. Jadi, Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama 1 tahun tertentu per 1000 anak pada umur yang sama pada pertengahan tahun tersebut (termasuk kematian bayi).
- Penyebab Morbiditas dan Mortalitas Pada Bayi dan Balita
Desain Studi Epid yang sesuai untuk Kespro
Studi Epidemiologi
Secara
garis besar, studi epidemiologi dapat digolongkan sebagai eksperimen di mana
peneliti memanipulasi exposure dan observasi di mana penelitian tidak
memanipulasi exposure, studi observasi dapat dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu studi deskriptif dan analitik.
Studi Deskriptif
Studi
deskriptif biasa dilakukan bila tidak banyak diketahui mengenai riwayat alamiah
(natural history), kejadiannya atau faktor-faktor yang mempengaruhi
suatu masalah kesehatan. Tujuan studi ini adalah untuk memperkirakan frekuensi
dari masalah kesehatan atau kecenderungan menurut waktu (time trend)
dalam suatu populasi, menentukan karateristik-karakteristik individu menurut
ciri tertentu dan menghasilkan hipotesis yang lebih spesifik mengenai etiologi
suatu penyakit.
Informasi yang diperoleh dari studi dapat mengarahkan adanya kemungkinan hubungan antara suatu exposure dan outcome tertentu. Hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut dengan dilakukan studi analitik.
Sumber data penelitian terdiri atas sumber data sekunder dan primer data sekunder
Koleksi data secara pasif bermanfaat untuk mendapatkan data dari manusia ataupun tipe elemen studi lainnya. Kegiatannya meliputi melakukan observasi terhadap karaktersitik-karakteristik tertentu indivual, obyek, organisasi dan entitas lainnya yang menarik untuk kita teliti.. Koleksi data secara aktif memerlukan responden dalam mendapatkan data.. Dalam pencarian data primer ada tiga dimensi penting yang perlu diketahui, yaitu: kerahasiaan
struktur dan metode koleksi. Pertama, kerahasiaan mencakup mengenai apakah tujuan penelitian untuk diketahui oleh responden atau tidak. Merahasiakan tujuan penelitian dilakukan untuk tujuan agar para responden tidak memberikan jawaban-jawaban yang bias dari apa yang kita harapkan. Kedua, struktur berkaitan dengan tingkat formalitas (resmi), atau pencarian data dilakukan secara terstruktur atau tidak terstruktur. Pencarian dilakukan secara terstruktur jika peneliti dalam mencari data dengan menggunakan alat, misalnya kuesioner dengan pertanyaan yang sudah dirancang secara sistematis, dan sangat terstruktur baik itu dilakukan secara tertulis ataupun lisan. Sebaliknya pencarian dapat dilakukan dengan cara tidak terstruktur, jika instrumennya dibuat tidak begitu formal atau terstruktur. Ketiga, metode koleksi menunjuk pada sarana untuk mendapatkan data.
Data sekunder ini digunakan untuk mendukung informasi primer yang telah diperoleh. Data sekunder dapat diperoleh melalui buku-buku, arsip, laporan, publikasi dari pemerintah/swasta, hasil sensus, jurnal, dan lain-lain baik yang telah dipublikasikan maupun yang belum dipublikasikan.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari data sekunder
a. Sifat-sifat Penting
- Menggambarkan karateristik individu saat ini atau masa lampau dengan outcome dan/atau exposure tertentu. Selain itu juga, menentukan insiden dan prevalen dari suatu outcome atau exposure.
- Hanya mempelajari satu kelompok, tidak ada kelompok pembanding.
- Tidak ada kesimpulan yang dapat ditarik mengenai hubungan (asosiasi) antara exposure dengan outcome.
Informasi yang diperoleh dari studi dapat mengarahkan adanya kemungkinan hubungan antara suatu exposure dan outcome tertentu. Hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut dengan dilakukan studi analitik.
Studi Analitik
Studi analitik dilakukan bila cukup banyak diketahui mengenai suatu maslah kesehatan sehingga suatu hipotesis yang spesifik dapat diuji. Tujuan studi ini adalah untuk mengidentifikasi faktor risiko yang mempengaruhi masalah kesehatan, mengestimasi efeknya terhadap masalah kesehatan tersebut. Desain studi epidemiologi yang paling sering dilakukan, yaitu :- Studi Kasus–Kontrol.
- Studi Kohort.
- Studi Eksperimental.
- minimal ada dua kelompok: satu kelompok yang mengalami exposure/outcome yang ingin diteliti dan satu kelompok yang tidak mengalami exposure/outcome tersebut,
- hubungan antara outcome dan exposure dapat diuji,
- Subtipe studi dinamakan sesuai dengan cara penentuan kelompok.
Studi Kasus – Kontrol
Tujuan
- membuat outline desain studi kasus-kontrol, di samping menetapkan permasalahan dan tujuan riset, Anda akan :
- menentukan siapa yang termasuk kelompok kasus (definisi kasus) atau kontrol di dalam studi;
- menggambarkan bagaimana responden untuk kedua kelompok akan dipilih;
- menentukan definisi variable exposure secara jelas dan dapat diukur;
- menjelaskan metode pengumpulan data dalam metode ini;
- membuat kerangka untuk menganalisis variabel-variabel utama (key variables).
Sumber Data untuk Epidemiologi Kespro
Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden (orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan). Apabila menggunakan observasi maka sumber datanya bisa berupa gerak atau proses sesuatu. apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatan yang menjadi sumber.Sumber data penelitian terdiri atas sumber data sekunder dan primer data sekunder
Data Primer
Data primer adalah suatu data yang berasal dari pihak yang bersangkutan atau langsung diperoleh dari responden yaitu pihak pengusaha dan aparat pemerintahan.a. Pengumpulan Data Primer
Untuk mengumpulkan data primer diperlukan metode dan instrumen tertentu. Secara prinsip ada dua metode pengumpulan data primer, yaitu: pengumpulan data secara pasif dan pengumpulan data secara aktif. Perbedaan antara kedua metode tersebut ialah: yang pertama meliputi observasi karaktersitik-karakteristik elemen-elemen yang sedang dipelajari dilakukan oleh manusia atau mesin; sedang yang kedua meliputi pencarian responden yang dilakukan oleh manusia ataupun non-manusia.Koleksi data secara pasif bermanfaat untuk mendapatkan data dari manusia ataupun tipe elemen studi lainnya. Kegiatannya meliputi melakukan observasi terhadap karaktersitik-karakteristik tertentu indivual, obyek, organisasi dan entitas lainnya yang menarik untuk kita teliti.. Koleksi data secara aktif memerlukan responden dalam mendapatkan data.. Dalam pencarian data primer ada tiga dimensi penting yang perlu diketahui, yaitu: kerahasiaan
struktur dan metode koleksi. Pertama, kerahasiaan mencakup mengenai apakah tujuan penelitian untuk diketahui oleh responden atau tidak. Merahasiakan tujuan penelitian dilakukan untuk tujuan agar para responden tidak memberikan jawaban-jawaban yang bias dari apa yang kita harapkan. Kedua, struktur berkaitan dengan tingkat formalitas (resmi), atau pencarian data dilakukan secara terstruktur atau tidak terstruktur. Pencarian dilakukan secara terstruktur jika peneliti dalam mencari data dengan menggunakan alat, misalnya kuesioner dengan pertanyaan yang sudah dirancang secara sistematis, dan sangat terstruktur baik itu dilakukan secara tertulis ataupun lisan. Sebaliknya pencarian dapat dilakukan dengan cara tidak terstruktur, jika instrumennya dibuat tidak begitu formal atau terstruktur. Ketiga, metode koleksi menunjuk pada sarana untuk mendapatkan data.
b. Adapun kelebihan dan kekurangan data primer
- Kelebihan dari data primer :
- Kekurangan dari data primer :
Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Hal tersebut berarti bahwa peneliti berperan sebagai pihak kedua, karena tidak didapatkan secara langsung.Data sekunder ini digunakan untuk mendukung informasi primer yang telah diperoleh. Data sekunder dapat diperoleh melalui buku-buku, arsip, laporan, publikasi dari pemerintah/swasta, hasil sensus, jurnal, dan lain-lain baik yang telah dipublikasikan maupun yang belum dipublikasikan.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari data sekunder
Kelebihan dari data sekunder :
- sudah tersedia.
- mudah didapatkan.
- waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk penelitian, untuk mengklasifikasi permasalahan, dan mengevaluasi data relatif lebih sedikit dibandangkan dengan pengumpulan data primer.
- seorang peniliti dapat memperoleh informasi lain selain informasi utama.
Kekurangan data sekunder :
- jika sumber data terjadi kesalahan, kedaluwarsa , atau sudah tidak relevan dapat mempengaruhi hasil penelitian.
- adanya ketergantungan dengan pihak yang mengeluarkan data.
Perbedaan antara Data Primer dan Data Sekunder
Dari apa yang disebutkan di atas dapat disimpulkan tentang perbedaan antara data primer dan data sekunder, yaituData primer :
- faktual dan asli.
- berasal dari peneliti pertama.
- proses pengumpulan data langsung di lapangan.
- membutuhkan sumber daya, seperti waktu tenaga, dan biaya yang besar.
- selalu spesifik sesuai kebutuhan peneliti.
- dalam bentuk data mentah.
- lebih valid dan akurat.
Data sekunder :
- hasil analisis dan interpretasi dari data primer atau data yang berkaitan dengan masa lalu.
- berasal dari peneliti sebelumnya.
- proses pengumpulan data tidak langsung ke sumbernya.
- sumber daya yang dibutuhkan seperti waktu, tenaga, dan biaya relatif tidak besar, cepat, dan mudah.
- tidak spesifik dan tidak mempunyai kontrol terhadap data karena peneliti merupakan tangan kedua.
- sudah berbentuk informasi sudah terjadi pengolahan data.
- kurang valid dan kurang akurat.
0 Comments